Selasa, 27 Oktober 2009
A. Definisi Ilmu ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi seperti yang telah disebutkan di atas adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia.
Ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan ide dan metode ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. misalnya bidang pendidikan, pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, dan agama. Gary Becker dari University of Chicago adalah seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia. Pendapatnya ini terkadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.
Banyak ahli ekonomi mainstream merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang ada sudah cukup untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu ekonomi akan mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya; walaupun menurut pendapat kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut malah merusak konsep yang benar sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini menimbulkan pertanyaan "apa seharusnya dilakukan para ahli ekonomi? ” The traditional Chicago School, with its emphasis on economics being an empirical science aimed at explaining real-world phenomena, has insisted on the powerfulness of price theory as the tool of analysis. On the other hand, some economic theorists have formed the view that a consistent economic theory may be useful even if at present no real world economy bears out its prediction.
B. Sejarah perkembangan ilmu ekonomi
Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan Negara
Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall, J.M. Keynes, Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.
Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.
Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General Theory of Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling "bertarung" dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya seperti: new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.
Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional yang pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen dkk dan kemudian oleh peraih nobel Douglass C. North.
Metodologi
Sering disebut sebagai The queen of social sciences, ilmu ekonomi telah mengembangkan serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen pada masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri, yang mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi. Kubu lain dari metode kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model General equilibrium (keseimbangan umum), yang menggunakan konsep aliran uang dalam masyarakat, dari satu agen ekonomi ke agen yang lain. Dua metode kuantitatif ini kemudian berkembang pesat hingga hampir semua makalah ekonomi sekarang menggunakan salah satu dari keduanya dalam analisisnya. Di lain pihak, metode kualitatif juga sama berkembangnya terutama didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam menjelaskan perilaku agen yang berubah-ubah.
Empat aspek yang erat hubungannya dengan metodologi dalam analisis ekonomi. Aspek-aspek tersebut adalah:
C. Masalah Ekonomi dan Kebutuhan untuk Membuat Pilihan
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya akan selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi...”Apakah yang diartikan dengan kegiatan ekonomi?”
Kegiatan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau suatu perusahaan ataupun suatu masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut.
Masalah Pokok Perekonomian: Kekurangan
Masalah kelangkaan
Masalah kelangkaan atau kekurangan berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara (i) kebutuhan masyarakat (ii) faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat.
Faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut adalah relatif terbatas. Oleh karenanya masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang mereka butuhkan atau inginkan. Mereka perlu membuat dan menentukan pilihan.
D. Kebutuhan Masyarakat
Yang dimaksudkan dengan kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Sebagian barang dan jasa ini diimport dari luar negeri. Tetapi kebanyakan diproduksikan di dalam negeri. Keinginan untuk memperoleh barang dan jasa dapat dibedakan kepada dua bentuk:
Keinginan yang disertai dengan kemampuan untuk membeli dinamakan permintaan efektif.
Jenis-jenis Barang
E. sifat-sifat Teori Ekonomi
Sifat-sifat umum dari teori-teori di dalam ilmu ekonomi. Setiap teori mempunyai 4 unsur penting berikut:
F. Alat-alat Analisis dalam Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi memerlukan beberapa alat analisis untuk menerangkan teori-teorinya dan untuk menguji kebenaran teori-teori tersebut. Grafik dan kurva adalah alat analisis yang utama dalam teori ekonomi. Dalam teori yang lebih mendalam, matematika dan persamaan matematika memegang peranan yang sangat penting. Di samping itu statistik adalah alat analisis untuk mengumpulkan fakta dan menguji kebenaran teori ekonomi.
G. Peranan Ahli Ekonomi dalam Kebijakan Ekonomi
Tugas dari ahli-ahli ekonomi adalah memikirkan cara-cara dengan menggunakan teori-teori ekonomi sebagai landasan untuk menghindari pertentangan yang mungkin timbul dalam mencapai berbagai tujuan tersebut secara serentak. Di dalam memikirkan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi dan mewujudkan tujuan-tujuan ekonomi yang yang ditentukan, analisis yang dibuat haruslah meliputi persoalan-persoalan berikut:
• Tujuan-tujuan dari kebijakan yang dijalankan.
• Cara-cara yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
• Jenis pengorbanan yang harus dibuat untuk mencapai tujuan tersebut.
• Akibat buruk yang mungkin berlaku apabila suatu langkah atau kebijakan ekonomi dilaksanakan.
• Menjajaki langkah alternatif lain yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
1. Teori Mikroekonomi
Teori mikroekonomi dapat didefinisikan sebagai: satu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan
perekonomian.Isu pokok yang dianalisis dalam teori mikroekonomi adalah: bagaimanakah caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan?
2. Teori Makroekonomi
Teori makroekonomi membuat analisis mengenai kegiatan dalam suatu perekonomian dari sudut pandang yang berbeda dengan teori mikroekonomi. Analisis makroekonomi merupakan analisis terhadap keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisis dalam makroekonomi merincikan pengeluaran agregat kepada 4 komponen: pengeluaran rumah tangga (biasa disebut sebagai konsumsi rumah tangga), pengeluaran pemerintah, pengeluaran perusahaan-perusahaan (biasanya disebut sebagai investasi) dan ekspor-impor. Teori makroekonomi meliputi juga analisis dalam berbagai aspek berikut:
• Masalah ekonomi yang dihadapi, terutama pengangguran dan inflasi, dan bentuk kebijakan pemerintah untuk mengatasinya.
• Peranan uang dalam penentuan kegiatan ekonomi.
Ada yang perlu diluruskan terlebih dulu, atas pemahaman yang lazim terhadap makna terminologi politik luar negeri dan kebijakan luar negeri. Walaupun terminologi politik luar negeri sering ditukar penggunaannya dengan kebijakan luar negeri, sesungguhnya secara analitik ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan ini menjadi kunci pemahaman duduk permasalahan pertanyaan di atas.
Di dalam literatur hubungan internasional, perbedaan istilah ini memang tidak dikenal (Walter Carlness, 1999). Yang dikenal adalah terminologi foreign policy (kebijakan luar negeri), bukan foreign politics (politik luar negeri). Namun, konvensi penggunaan istilah-istilah ini di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut.
Politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi karakteristik pembeda negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Politik luar negeri adalah sebuah posisi pembeda. Politik luar negeri adalah paradigma besar yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia. Politik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, politik luar negeri cenderung bersifat tetap.
Sementara kebijakan luar negeri adalah strategi implementasi yang diterapkan dengan variasi yang bergantung pada pendekatan, gaya, dan keinginan pemerintahan terpilih. Dalam wilayah ini pilihan-pilihan diambil dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan (finansial dan sumber daya) yang dimiliki. Kebijakan luar negeri, dengan demikian, akan bergantung pada politik luar negeri.
Prinsip-prinsip yang menggaris bawahi kebijakan luar negeri Indonesia diuraikan untuk pertama kalinya oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948 di Yogyakarta, Jawa Tengah.
Dalam sebuah pertemuan Kongres Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), anggota parlemen Indonesia, wakil presiden Hatta, perdana menteri yang merangkap menteri pertahanan, mendeklarasikan sikap pemerintah terhadap berbagai isu dalam dan luar negeri. Menyanggah dasar-dasar pikiran front rakyat demokratik, partai komunis Indonesia, yang menyatakan bahwa dalam situasi perang dingin antara rusia dan amerika, kebijakan terbaik Indonesia adalah memihak rusia, hatta menyatakan: “Apakah kita, bangsa Indonesia, dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara rusia dan amerika? apakah tidak ada jalan lain yang dapat kita ambil untuk mengejar keinginan-keinginan kita?” “Pemerintah memiliki pendapat yang tegas bahwa kebijakan terbaik yang diadopsi adalah tidak menjadikan kita objek konflik internasional. Sebaliknya, kita harus menjadi subyek yang memiliki hak untuk memutuskan takdir kita sendiri serta berjuang untuk tujuan kita, yaitu kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia” (Mohammad Hatta, “Mendayung Antara Dua Karang” 1976)
Pernyataan di atas menjadi pertanda kebijakan yang akan diambil Indonesia dalam relasi Internasional, yang dikemudian hari dikenal sebagai “mendayung antara dua karang”.
Kebijakan bebas aktif
Prinsip ini adalah pondasi dari kebijakan luar negeri Indonesia, yang bebas aktiv. Kebijakan yang bebas karena Indonesia tidak memihak adidaya dunia. Sebagai sebuah prinsip, dengan menerapkan keberpihakan akan bertentangan dengan filosofi nasional dan identitas negara yang dinyatakan dalam Pancasila.
Kebijakan yang aktiv untuk memperluas bahwa Indonesia tidak menjalankan sikap yang pasiv atau reaktiv terhadap isu-isu internasional akan tetapi dengan mencari partisipasi aktiv dalam untuk penyelesaiannya. Dengan kata lain, kebijakan bebas aktiv Indonesia bukanlah kebijakan yang tidak memihak, akan tetapi adalah sebuah kebijakan yang tidak menjadikan Indonesia sekutu negara adidaya ataupun mengikat negara dengan pakta militer manapun. Hakikatnya, ini adalah sebuah kebijakan yang didisain untuk melayani kebijakan negara sementara secara bersamaan memungkinkan Indonesia bekerjasama dengan negara-negara lain menghapuskan kolonialisme dan imperalisme dalam segala macam bentuk dan manifestasinya sehingga menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial. Hal inilah yang menjelaskan mengapa Indonesia menjadi salah satu anggota pendiri Gerakan Non-Blok.
Sasaran Utama
Kebijakan luar negeri setiap negara afalah sebuah refleksi aspirasi negara yang bersangkutan dalam berhadapan (vis-a-vis) dengan negara lain di seluruh dunia. Berdasarkan dasar pikiran ini, sasaran utama kebijakan luar negeri Indonesia adalah: A. Mendukung pembangunan nasional dengan prioritas pada pembangunan ekonomu, sebagai tahapan dalam rencana pembangunan lima tahun; B. Memelihara stabilitas internal dan regional mengkondusivkan pembangunan nasional; C. Menjaga integritas wilayah Indonesia dan menjamin harapan bangsa terhadap tempat tinggal.
Garis Besar Hubungan Luar Negeri
Mengejar sasaran di atas, resolusi Majelis Pertimbangan Rakyat No. II/MPR/1993 memberikan garis besar kebijakan luar negeri Indonesia sebagai berikut:
Hubungan luar negeri harus diarahkan dengan dasar kebijakan bebas aktiv dan didedikasikan untuk kepentingan negera, terutama untuk mendukung pembangunan nasional di seluruh aspek kehidupan, serta untuk mewujudkan sebuah tata dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial.
Hubungan Internasional harus bertujuan memperkuat hubungan persahabatan internasional dan regional serta kerjasama lewat berbagai macam jalur regional dan multilateral yang berhubungan dengan kepentingan dan potensi nasional. Berkenaan dengan hal ini, citra Indonesia yang positiv di luar negeri harus ditingkatkan seperti dengan jalan mengadakan aktivitas kebudayaan.
Peran Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan internasional, terutama yang mengancam perdamaian dan bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, harus dilanjutkan dan diintensifkan dengan semangat 10 Prinsip Bandung.
Setiap perkembangan dan perubahan internasional harus diawasi secara seksama sehingga langkah-langkah yang tepat dapat diambil secara cepat untuk melindungi stabilitas dan pembangunan nasional dari berbagai dampak negativ yang mungkin terjadi. Secara bersamaan, kemajuan internasional yang memberikan kesempatan untuk membantu dan mempercepat pertumbuhan nasional harus bisa ditakar dan dimanfaatkan secara penuh.
Peran Internasional Indonesia dalam mempromosikan serta menguatkan hubungan persahabatan dan kerjasama saling menguntungkan antara negara-negara harus diintensivkan. Usaha-usaha negara untuk meraih target-target nasional, seperti realisasi prinsip kepulauan dan pelebaran pasar expor, harus dilanjutkan.
A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
STRATEGI PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN EKONOMI STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS (CRITICAL MINIMUM EFFORT)
• Menaikkan pendapatan perkapita pd tingkat pembangunan berkesinambungan (SUSTAINABLE) Õ terjadi HARVEY LEIBSTEIN.
• Setiap ekonomi tergantung HAMBATAN & RANGSANGAN.
• Hambatan menurunkan pendapatan perkapita dari tingkat sebelumnya
• Rangsangan menaikkan pendapatan perkapita
PERTUMBUHAN PENDUDUK Õ FUNGSI DARI PENDAPATAN PERKAPITA
• Pendapatan naik, meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Hanya pada titik tertentu, jika melampaui titik tsb, kenaikan pendapatan perkapita menurunkan tingkat kesuburan. Dan ketika pembangunan mencapai tahap maju, maka laju pertumbuhan penduduk turun (LEIBSTEIN).
• Dengan kenaikan pendapatan perkapita, keinginan memperoleh anak semakin berkurang. Spesialisasi meningkat dan Mobilitas ekonomi & sosial ; kenyataan mengurus anak sangat sulit dan mahal. Maka laju pertumbuhan penduduk KONSTAN dan menurun (TESIS KAPILARITAS SOSIAL DUMONT).
Faktor-faktor mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita dari pelaksanaan Upaya Minimum Kritis :
1.Skala disekonomis internal ; akibat tidak dapat dibaginya faktor produksi.
2.Skala disekonomis external ; akibat ketergantungan eksternal, hambatan budaya dan kelembagaan di negara berkembang.
AGEN PERTUMBUHAN
1.Pengusaha
2.Investor
3.Penabung
4.Inovator
Kegiatan tersebut membantu pertumbuhan sehingga memunculkan :
1.Kewiraswastaan
2.Peningkatan sumber pengetahuan
3.Pengembangan keterampilan produktif masyarakat
4.Peningkatan laju tabungan dan investasi
RANGSANGAN PERTUMBUHAN
1.Rangsangan ZERO-SUM
Tidak meningkatkan pendapatan nasional tetapi bersifat upaya distributif
• Kegiatan bukan dagang ; posisi monopolistik, kekuatan politik & prestise sosial
• Kegiatan dagang , tidak menambah sumber agregat
• Kegiatan spekulatif, memboroskan sumber kewiraswastaan yang langka
• Kegiatan tabungan netto ; nilai sosial nihil / lebih rendah dari privatnya.
2. Rangsangan POSITIVE-SUM
Menuju pada pengembangan pendapatan nasional
Dalam ekonomi terbelakang, ada pengaruh bersifat anti perubahan yang menekan pendapatan perkapita :
1.Kegiatan usaha ZERO-SUM, pembatasan peluang ekonomi
2.Tindakan konservatif para buruh yg terorganisir menentang perubahan
3.Perlawanan thd gagasan dan pengetahuan baru dan daya tarik pengtahuan
4.Kenaikan pengeluaran konsumsi mewah pribadi / publik ; tidak produktif
5.Pertumbuhan penduduk & Angkatan buruh.
Upaya minimum kritis mengatasi pengaruh perekonomian terbelakang agar laju pertumbuhan ekonomi merangsang POSITIVE-SUM menjadi lebih besar dari ZERO-SUM, shg pendapatan perkapita naik, tabungan & investasi naik, yaitu :
1.Ekspansi agen pertumbuhan
2.Sumbangan masy. thd. per unit modal naik seiring rasio modal output turun.
3.Berkurangnya keefektifan faktor-faktor penghambat pertumbuhan
4.Penciptaan kondisi lingkungan dan sosial ; mobilitas ekonomi dan sosial naik.
5.Peningkatan spesialisasi dan perkembangan sektor sekunder dan tersier.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG
Para ekonom Teori Dorongan Besar-Besaran (BIG PUSH THEORY)
Yaitu pembangunan di berbagai jenis industri secara bersamaan (SIMULTANEOUS) sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar. Diperlukan keseimbangan antara DEMAND & SUPPLY.
TUJUAN UTAMA : menciptakan jenis industri yg berkaitan erat satu dgn yg lain shg setiap industri memperoleh EKSTERNALITAS EKONOMI sbg akibat INDUSTRIALISASI.
Menurut REINSTEIN-RODAN, pembangunan industri besar-besaran menciptakan 3 macam eksternalitas ekonomi, yaitu :
1.Yang diakibatkan oleh perluasan pasar
2.Karena industri yang sama letaknya berdekatan
3.Karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut.
SCITOVSKY Eksternalitas : jasa-jasa yg diperoleh dgn cuma-cuma oleh suatu industri dari satu atau beberapa industri.
STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG
ALBERT O. HIRSCHMAN dan PAUL STREETEN ï pola yang lebih cocok untuk mempercepat pembangunan di NYSB, karena :
1. Secara historis pemb. ekonomi coraknya tidak seimbang
2. Mempertinggi efesiensi penggunaan Sumber daya tersedia
3. Pembangunan tak seimbang menimbulkan KEMACETAN (BETTLENECKS) yaitu gangguan dlm proses pembangunan tetapi akan menjadi pendorong pembangunan selanjutnya.
Pembangunan tak seimbang antara sektor prasarana & sektor produktif
Cara pengalokasian sumber daya ada 2 bagian :
1.Cara pilihan pengganti (SUBSTITUTION CHOICES) Menentukan proyek yang harus dilaksanakan
2.Cara pilihan penundaan (POSTPONEMENT CHOICES) Menentukan urutan proyek yang harus didahulukan pelaksanaannya.
HIRSCHMAN
Menganalisis alokasi sumber daya sektor prasarana (Social Everhead Capital = SOC) dgn sektor produktif yg menghasilkan brg kebutuhan masy. (Directly Productive Activities = DPA).
Ada 3 pendekatan :
1.Pemb. yg seimbang antar kedua sektor
2.Pemb. tidak seimbang dimana sektor prasarana lebih ditekankan.
3.Pemb. tidak seimbang dimana sektor produktif lebih ditekankan.
Kegiatan ekonomi mencapai efisien & optimal, jika :
1.Sumber daya dialokasikan DPA & SOC, pd tingkat produksi maksimum
2.Pd tingkat produksi tertentu, jumlah sumber daya digunakan DPA sedangkan SOC jumlahnya menurun.
PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG DALAM SEKTOR PRODUKTIF
Mekanisme pendorong pembangunan (INDUCEMENT MECHANISM) ada 2 :
1. Pengaruh keterkaitan ke belakang (Backward Linkage Effects)
Tingkat rangsangan yg diciptakan pembangunan industri thd perkembangan industri yg menyediakan input bagi industri tsb.
2. Pengaruh keterkaitan ke depan (Forward Linkage Effects)
Rangsangan yg diciptakan oleh pembangunan industri thd perkembangn industri yg menggunakan produk industri yg pertama sbg input mereka.
Berdasarkan pada tingkat keterkaitan antar industri, ada 2 golongan :
1.Industri SATELIT (SATELITY INDUSTRY)
• Lokasi berdekatan dgn industri induk mempertinggi efisiensi
• Input utama berasal dari produk industri induk
• Besarnya industri tidak melebihi industri induk.
2.Industri NON SATELIT (NON SATELITY INDUSTRY)
CHENERY & WATANABE * Penggolongan industri ada 4 golongan :
1.Industri barang setengah jadi
2.Industri barang jadi
3.Industri barang setengah jadi sektor primer
4.Industri barang jadi sektor primer.
Bab 6
Pengertian perencanaa
Suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui serangkaian pilihanSebenarnya sebelum kita lebih jauh mendalami mengenai jurusan yang mengasyikan ini (Planologi), kita harus lebih dahulu tahu arti “Perencanaan”, karena nantinya hal inilah yang menjadi tolak ukur dalam profesi ataupun dalam membuat rencana itu sendiri.
Berbagai pengertian mengenai perencanaan ini sudah banyak diungkapkan oleh para ahli. Di bawah ini beberapa pengertian perencanaan oleh para ahli dan sumber lainnya :
1. Perencanaaan adalah suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan pada masa yang akan datang.(Conyers dan Hills, 1994)
2. Perencanaan adalah suatu proses antisipasi tentang kejadian dan kondisi masa mendatang, dan menentukan upaya terbaik untuk pencapaian tersebut.(Haryono Wicaksono dan Euis Hernawati,
3. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaiman pencapaiannya.(Stoner dan Walker, 1986)
4. Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. (Abdulrachamn, 1993)
Dari berbagai pengertian perencanaan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa perencanaan itu mecakup suatu pemikiran yang sadar, tujuan-tujuan yang hendak dicapai, penggunaan sumber daya, dan tindakan yang akan dilaksanakan.
Dalam bidang ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota ini, setiap hal perlu suatu perencanaan yang baik dan terarah. Hal ini dimaksudkan agar sesuatu itu dapat berjalan dengan baik dan tidak keluar dari rencana yang telah dibuat. Perencanaan yang baik pada ilmu ini adalah perencanaan yang memikirkan segala aspek sekitar yang mempengaruhinya dan menjadi tumpuan dengan berpedoman ilmu yang sesuai.
Sebenarnya, perencanaan itu memiliki beberapa pengertian lain yaitu :
• Perencanaan sebagai proses
• Perencanaan sebagai profesi
• Perencanaan sebagai arahan ke masa depan
• Perencanaan sebagai arahan tindakan
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa perencanaan itu memiliki bebrapa karakteristik, yaitu :
1. memiliki tujuan, target, sasaran, dan harapan (cita-cita) di masa depan
2. proses untuk mengambil suatu keputusan di masa depan
3. penggunaan sumber daya yang ada.
Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.
Fungsi perencanaan
v proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
Perlunya perencanaan pembangunan
Dalam pembangunan diperlukan perencanaan untuk menentukan arah kedepannya tujuan perencanaan tersebut supaya mendapatkan hasil yang maksimal
Menurut T Hani Handoko (1991, hal 77), perencanaan adalah : “Pemilihan se- kumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa".
Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang di mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan serta periode sekarang pada saat direncanakan.
Sedangkan menurut Stoner (1992, hal 202) perencanaan merupakan “proses yang mendasar yang dapat dipadatkan menjadi 4 (empat) langkah pokok yang dapat di sesuaikan dengan semua aktivitas perencanaan pada seluruh tingkat organisasi, yaitu :
1. Tetapkan tujuan atau perangkat tujuan
Diawali dengan keputusan mengenai apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh organisasi. Prioritas dan pemaparan secara tegas tujuan tujuannya memungkinkan organisasi dapat memusatkan sumberdayanya secara efektif. Jika perencanaan merupakan prosesyang benar benar dipahami, lebih mudah bagi tiap indi¬vidu untuk mengembangkan tujuan sendiri dan untuk memperoleh bantuan dan mengembangkan rencana guna mencapai tujuan itu.
2. Tentukan situasi sekarang
Analisalah keadaan terakhir dari persoalan yang ada pada organisasi, seberapa jauh organisasi berada dari tujuannya?, sumber daya apa yang tersedia untuk mencapai tujuan, informasi keuangan, data statistik, rencana dapat disusun untuk membuat peta kemajuan selanjutnya.
3. Indentifikasi pendukung dan penghambat tujuan
Menentukan faktor apakah dalam lingkungan dalam dan luar organisasi yang dapat membantu mencapai tujuan serta faktor apa yang nungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilaku¬kan, namun mengantisipasi situasi, masalah, dan peluang di masa yang akan datang merupakan bagian penting perencanaan.
4. Kembangkan rangkaian tindakan untuk mencapai tujuan
Yaitu dengan mengembangkan berbagai alternatif tindakan, mengevaluasi alternatif alternatif ini, dan memilih alternatif yang paling cocok. Dalam langkah ini keputusan keputusan menyangkut tindakan tindakan masa depan diambil dan di dalamnya garis garis pedoman untuk pengambilan keputusan yang efek¬tif adalah paling relefan.\
Permasalahan Kemasyarakatan dan Tindakan Perencanaan
Permasalahan kemasyarakatan yang tampak menonjol pada akhir-akhir ini adalah:
(1) disintegrasi bangsa, yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi antar daerah, politik sentralisasi kekuasan pada masa lampau, adanya konflik hubungan pusat dan daerah terutama dikaitkan dengan hak daerah terhadap bagi hasil eksplorasi sumberdaya alam yang dikelola negara,
(2) pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap struktur perekonomian di berbagai daerah dan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta pertambahan jumlah penduduk miskin,
(3) penurunan kualitas kehidupan masyarakat, yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan kemiskinan, konflik sosial, gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat dan kepemilikan individu, keadilan sosial, dll-nya,
(4) penurunan kinerja pelayanan publik, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi daerah, penyediaan prasarana dan sarana dasar, pengendalian permukiman, pengelolaan tata ruang dan pertanahan, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dll-nya,
(5) hubungan kerja antara pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat yang belum tertata dalam suatu aturan main atau mekanisme yang interaktif, setara, dan kooperatif dalam kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan pelayanan publik.
(6) kegagalan pemerintah untuk mengembangkan sistem kepemerintahan dalam bidang politik dan ekonomi, yang berpengaruh terhadap kualitas proses pengambilan keputusan kebijakan dan praktek manajemen dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.
(7) keragaman kapasitas daerah, sebagai akibat dari kebijakan desentralisasi kewenangan pelayanan dan fiskal ke pemerintah daerah, terdapat perbedaan kemampuan masing-masing pemerintah daerah dalam mengatur keseimbangan penerimaan (receiving), pengeluaran (spending), dan penyediaan pelayanan (provision). Hal ini terkait dengan kapasitas ekonomi lokal, kemampuan sumberdaya manusia, tingkat kesejahteraan rakyat, dan kualitas pelayanan publik yang ada.
Dalam kegiatan atau tindakan perencanaan, permasalahan yang muncul secara umum adalah:
(1) adanya keraguan dari banyak kalangan terhadap keberadaan dan manfaat tindakan perencanaan untuk dapat menyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
(2) kurangnya keterkaitan antara berbagai proses perencanaan didalam kegiatan sektor publik dan kegiatan sosial-ekonomi yang berlangsung di masyarakat,
(3) kurangnya konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan pembiayaan, maupun perencanaan tata ruang dan pertanahan, serta antara perencanaan sektoral dengan perencanaan wilayah dan kota,
(4) kurang tanggapnya proses kegiatan perencanaan dengan kebutuhan “klien” yang ada, atau terlepasnya kegiatan perencanaan dengan proses politik, serta kurang terbukanya proses dan produk kegiatan perencanaan kepada publik,
(5) kurang efektifnya proses interaksi antara organisasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam proses kegiatan perencanaan.
(6) lemahnya produk perencanaan untuk dapat memberikan informasi tentang kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam perancangan kegiatan pembangunan atau investasi yang berdampak pada perubahan ruang,
(7) kurangnya kapasitas organisasi perencanaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik dalam proses perencanaan, pengelolaan informasi bagi keperluan analisis permasalahan dan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku yang berkepentingan,
(8) terbatasnya wawasan dan kemampuan para perencana untuk memahami paradigma, metoda, dan proses perencanaan yang baik, dan cara kerja interaktif dengan disiplin lain, pelaku berkepentingan, dan terutama dengan masyarakat.
Peran Perencanaan
Kegiatan perencanaan di negara maju telah berkembang sedemikian rupa sebagai bagian dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat dan mekanisme pasar.
Pada negara yang demokratik, proses perencanaannya melibatkan masyarakat untuk mendapat kesepakatan dari masyarakat melalui proses “dengar pendapat publik (public hearing)”, sedangkan di Indonesia proses kegiatan perencanaan masih bersifat tertutup, eksklusif dan elitis, dan kadangkala dibuat tanpa memperhatikan realitas sosial dan partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, produk perencanaan yang sukar diaplikasikan, tidak legitimat, dan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada negara-negara yang menerapkan ekonomi pasar, fungsi pemerintah adalah mengurangi distorsi akibat kegagalan dan memberikan solusi akibat-akibat ekternalitisnya, penyediaan pelayanan publik, menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan publik, serta melindungi kelompok yang lemah posisinya (Owen E. Hughes, 1994). Untuk itu instrumen dalam melaksanakan fungsi pemerintah adalah dalam hal penyediaan barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat melalui anggaran pemerintah, pemberian subsidi bagi masyarakat dan usaha swasta untuk menyediakan barang dan jasa yang seharusnya disediakan pemerintah, penanganan produksi barang dan jasa kebutuhan pasar yang belum layak dilakukan oleh masyarakat, dan pembuatan cara pengaturan untuk membatasi kegiatan yang tidak layak dilakukan pelaku ekonomi yang menyebabkan distorsi pasar dan mengganggu kepentingan publik (externalities).
Kegiatan perencanaan dapat pula dikatagorikan sebagai barang dan jasa publik, yang sebenarnya merupakan “jasa informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input solusi teknikal” bagi proses pengambilan keputusan oleh sektor publik dan sektor privat dalam hal:
(1) alokasi kegiatan atau investasi oleh pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa publik untuk memenuhi kebutuhan kolektif,
(2) alokasi kegiatan atau investasi oleh masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan barang dan jasa privat untuk memenuhi kebutuhan pasar,
(3) tindakan pengaturan (insentif dan disinsentif) untuk mengarahkan pemanfaatan ruang secara efektif dan efisien, dan membatasi distorsi dan mengurangi dampak ekternalities yang diakibatkan oleh pemanfaatan ruang,
(4) menyediakan perlindungan atau pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang lemah untuk memperoleh akses ruang bagi kebutuhan hidupnya.
Sebagai perencana, ketika dihadapkan pada pemecahan persoalan yang dihadapi masyarakat dan dalam memberikan input tindakan perencanaan, maka paling tidak ia harus mempunyai keahlian dalam:
(i) mendefinisikan persoalan dan mengkaitkan dengan tindakan atau intervensi kebijakan,
(ii) memodelkan dan menganalisis situasi bagi perumusan tindakan intervensi dengan memperincikan kedalam instrumen kebijakan dan mobilisasi sumberdaya,
(iii) mendesain satu atau beberapa solusi dalam bentuk paket kebijakan, rencana tindakan, dan kelembagaan, yang memuat dimensi (a) penetapan tujuan dan sasaran kedepan, (b) pengorganisasian rencana tindakan, rancangan fisik atau ruang, (c) kebutuhan masukan sumberdaya, (d) prosedur pelaksanaan, dan (e) pemantauan dan evaluasi umpan balik,
(iv) melakukan proses evaluasi terhadap usulan alternatif solusi dari segi kelayakan teknis, efektifitas biaya, analisis dampak, kelayakan politik, dll-nya.
Nilai-Nilai dalam Perencanaan
Pada dasarnya nilai-nilai baku dalam kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan rasionalitas sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan. Turunan dari keduanya adalah nilai-nilai seperti transparan, akuntabel, keadilan, dan partisipatif atau demokratis.
Perencanaan yang “transparan”, cirinya adalah adanya proses perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan. Perencanaan yang “akuntabel” mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. Perencanaan yang “berkeadilan” mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan. Perencanaan yang “partisipatif atau demokratis” dapat dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan masyarakat banyak.
Substansi Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan pengarahan bagi masyarakat.
Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders).
Peran Perencanaan Dalam Era Desentralisasi
Pertanyaan pokok adalah apa yang dimaksud desentralisasi itu dan elemen apa yang ada didalamnya? apa permasalahan yang muncul sebgai akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi pada proses kegiatan perencanaan di daerah? bagaimana proses perencanaan tersebut dapat dilakukan secara efektif dalam mendukung tujuan desentralisasi? apa relevansi dari perencanaan terhadap tujuan desentralisasi?
Desentralisasi adalah mengalihkan administrasi yang terkonsentrasi pada satu pusat kekuasaan dan menurunkan kekuasaan tersebut ke pada pemerintah daerah. Desentralisasi mempunyai sisi positif, yaitu secara ekonomi dapat memperbaiki efisiensi dalam penyediaan permintaan pelayanan barang dan jasa publik, mengurangi biaya dan efektif dalam penggunaan sumberdaya manusia; secara politik dapat meningkatkan akuntabilitas, ketrampilan politik, dan integrasi nasional, mendekatkan kepada masyarakat, menciptakan pelayanan yang lebih dekat dengan “klien”, merupakan arena untuk dapat melatih proses partisipasi masyarakat, dan mengembangkan kepemimpinan elit politik. Di negara maju reaksi terhadap kebijakan desentralisasi terutama diakibatkan oleh munculnya persoalan in-efisiensi dan dis-ekonomi akibat fragmentasi politik yang berpengaruh terhadap: (i) makin tidak terkendalinya pengelolaan daerah perkotaan, (ii) kegagalan dalam manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan, (iii) disparitas pelayanan umum antara pusat kota dan pinggiran, (iv) meningkatnya anti-profesionalisme pada organisasi pemerintah daerah, (v) penurunan kualitas administrasi pemerintah daerah, dll-nya. Disamping itu kebijakan desentralisasi mengandung risiko “separatisme”, yang jika tidak disadari akan menggangu kesatuan teritorial negara, memperkuat gejala penyempitan wawasan kebangsaan, dan memperkuat penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bawah.
Di negara kita, persoalan yang muncul secara tidak diduga akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah terkait dengan: (i) respon berlebihan terhadap batasan dan lingkup kewenangan tugas yang diserahkan ke daerah otonom tanpa diimbangi dengan kapasitas yang memadai, (ii) dampak negatif dari luasnya kekuasaan DPRD dalam pengawasan, pemilihan dan pengangkatan kepala daerah, pengesahan anggaran dan belanja daerah, (iii) tidak adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja vertikal, (iv) ketidakjelasan pemahaman terhadap transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik sehingga timbul gerakan masa yang bekelebihan, (v) penyempitan wawasan kebangsaan dan pembatasan proses asimilasi budaya dan interaksi sosial sehingga timbul arogansi kedaerahan.
Dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan perencanaan adalah: (i) wewenang daerah dalam kegiatan perencanaan yang penuh, sehingga proses pengambilan keputusan terjadi ditingkat lokal, hubungan horisontal-internal menjadi kuat dibandingkan hubungan vertikal-eksternal, (ii) peran lembaga perwakilan semakin besar dibandingkan dengan eksekutif, rasionalistas perencanaan melemah dibandingkan rasionalitas konstituen, metoda dan proses perencanaan berubah dari teknikal ke politikal dengan partisipasi penuh dari berbagai pihak berkepentingan melalui forum-forum, dan (iii) sumber pembiayaan dari pihak pemerintah propinsi dan pusat berkurang, sehingga kekuasaan alokasi sumberdaya berada di tingkat lokal.
Sifat Partisipasif Perencanaan
Perencanaan sangat jelas bersifat partisipatif. Namun bila dilihat dari sejarahnya, dasar partisipasi di dalam perencanaan publik telah berubah dari partisipasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok kecil yang terdiri dari kalangan elit informal menjadi sebuah kelompok unsur pendukung formal dengan dasar yang luas. Tujuan dari partisipasi warga juga telah berubah. Warga sekarang dapat memegang tiga fungsi di dalam perencanaan. Pertama adalah sebagai pendukung bagi lembaga perencanaan beserta kegiatan-kegiatannya. Kedua, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh kebijaksanaan dan pengetahuan di dalam pengembangan sebuah rencana serta mengidentifikasi misi dari lembaga perencanaan. Fungsi ketiga, dan yang mulai berkembang adalah fungsinya sebagai pengawas atas haknya sendiri dan hak orang lain dalam merancang dan menyampaikan kebijakan.
Terdapat lima peran yang dapat direncanakan oleh warga di dalam perencanaan, yaitu: tinjauan dan komentar, konsultasi, pemberi nasihat, pengambilan keputusan bersama, dan pengambilan keputusan terkendali. Warga dapat memegang lebih dari satu peran di dalam suatu organisasi. Timbulnya peran warga di dalam perencanaan serta meningkatnya lembaga perencanaan yang memiliki spesialisasi telah mengubah dasar pengambilan keputusan dari community planning, dari yang murni berorientasi pada kepentingan umum menjadi berorientasi terhadap kepentingan pribadi atau kelompok. Lembaga perencanaan berfungsi atas nama suatu isu yang substansif dan pendukung yang jelas.
Penulis telah mengidentifikasi enam strategi dari partisipasi warga. Ketepatan dan keefektifan strategi-strategi ini akan bergantung pada dua kondisi.
Pertama adalah kondisi organisasi; yaitu misi, bantuan, serta sumber daya suatu organisasi. Tidak semua strategi tepat untuk semua organisasi. Strategi yang berorientasi pada konflik, yang bergantung kepada protes masyarakat, seperti yang diperlihatkan oleh lembaga anti kemiskinan lokal, merupakan hal yang tidak tepat bagi lembaga perencanaan umum. Tampaknya suatu strategi konflik akan lebih tepat bagi organisasi reformasi sosial yang didukung secara pribadi, atau lebih menguntungkan lagi, yang mendukung dirinya sendiri. Sebagian besar kelompok kurang beruntung yang berusaha memperoleh perubahan sosial harus bergantung kepada sumber daya mereka sendiri atau kepada kelompok lain yang simpatik dengan maksud mereka. Salah satu contoh yang baik adalah perjuangan untuk memperoleh hak asasi: contoh yang lain adalah para buruh yang terorganisir.
Strategi yang tepat bagi lembaga perencanaan umum dan sebagian besar lembaga perencanaan community yang luas adalah strategi perubahan perilaku serta strategi penambahan staf. Fungsi dari strategi penambahan staf adalah untuk menyediakan sumber daya, legitimasi dan dukungan bagi keputusan perencanaan dan organisasi perencanaan. Namun sumber daya, legitimasi serta dukungan seperti itu tidak dapat diperoleh tanpa adanya dukungan dan keterlibatan para partisipan di dalam kegiatan organisasi.
Dalam hal ini, para partisipan warga dapat dianggap sebagai anggota staf dari organisasi perencanaan tersebut. Keahlian khusus yang dimiliki oleh para partisipan dipandang memiliki nilai dalam membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Organisasi tersebut jelas mengakui bahwa keahlian khusus serta pengetahuan merupakan dasar pemikiran dalam pengambilan keputusan. Wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada mereka dengan jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur organisasi – seperti dewan direktur, dewan wewenang, serta para anggota legislatif. Bila di lain pihak, organisasi tersebut terus-menerus menolak memperhatikan usulan serta nasihat para partisipan maka hubungan akan diakhiri. Harapan para partisipan tidak dapat dipenuhi dan para partisipan akan menarik dukungan mereka. Strategi perubahan perilaku tampaknya berguna dalam mengatasi apa yang biasanya disebut sebagai “politik” proses perencanaan. Dengan karakteristik preferensi dari sasaran perencanaan yang dapat diperdebatkan serta adanya konsep pasar bebas dari persaingan antar organisasi community maka disarankan untuk mengangkat strategi partisipasi yang bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Strategi perubahan perilaku memiliki kelebihan dalam memberikan preferensi nilai terhadap suatu dialog, memperbolehkan dialog tersebut disiarkan di dalam konteks proses perencanaan tersebut. Organisasi lain yang terlibat juga didorong untuk berpartisipasi agar menghilangkan perasaan takut mereka, memperoleh masukan mereka, serta memperolah kerja sama mereka.
Kondisi kedua yang menentukan keefektifan dan ketepatan suatu strategi partisipasi warga adalah peran spesifik yang diberikan kepada warga di dalam organisasi perencanaan. Bila peran dari warga adalah untuk menyediakan fungsi sebagai pemberi tinjauan dan komentar (lihat Bab 3) maka strategi penambahan staf atau strategi perubahan perilaku, tentu saja sangat tidak tepat. Peran yang tepat untuk strategi penambahan staf adalah sebagai penasihat atau pengambilan keputusan secara bersama. Perlu ditekankan bahwa strategi partisipasi warga akan menentukan struktur peran warga di dalam organisasi perencanaan.
Peningkatan Kinerja Perencanaan
Tindakan perencanaan berperan di dalam mensintesakan analisis permasalahan dan kriteria permasalahan sosial-ekonomi, politik, kelembagaan, dan teknikal kedalam formulasi tujuan kebijakan, alternatif strategi, strategi dan rencana tindakan terpilih, dan kebijakan pelaksanaan secara rasional dan bersifat kedepan untuk mengarahkan proses perubahan yang diinginkan masyarakat. Ditinjau dari kebutuhan dalam rangka pengarahan pengembangan sosial-ekonomi masyarakat di daerah, terdapat tiga (3) pendekatan untuk melakukan tindakan perencanaan, yaitu (1) strategi sisi permintaan (demand side), (2) strategi sisi penawaran (supply side), dan (3) strategi pelayanan kawasan (service area).
“Strategi sisi permintaan” (demand side strategy) merupakan suatu cara pengembangan suatu daerah dengan tujuan peningkatan pemenuhan permintaan lokal terhadap barang dan jasa dari luar akibat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, sedangkan “strategi sisi penawaran” (supply side strategy) merupakan cara yang ditujukan untuk meningkatkan pasokan keluar atau ekspor yang biasanya didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal; dan “strategi pelayanan kawasan” merupakan suatu cara untuk mengembangkan daerah yang potensinya rendah melalui penyediaan pelayanan dengan subsidi pemerintah.
Melihat kedepan untuk dapat melaksanakan tindakan perencanaan dalam pengembangan wilayah dan kota, terdapat dua issu penting yang terkait dengan kinerja perencanaan wilayah dan kota yang terkait dengan peran pemerintah daerah, yaitu (i) peningkatan kualitas proses perencanaan, dan (ii) pengembangan kapasitas kelembagaan perencanaan.
Dalam rangka peningkatan kualitas proses perencanaan, diperlukan adopsi pendekatan-pendekatan baru antara lain:
(1) pengkaitan antara proses politik dan rasionalitas perencanaan kedalam proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional pelaksanaan rencana,
(2) penerapan metoda interaksi multi organisasi atau antar pelaku berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan publik atau bertumpu pada kepentingan rakyat banyak,
(3) pengidentifikasian pada “klien” yang jelas dan menyentuh persoalan dasar secara benar dan dengan solusi yang tepat .
(4) pengintegrasian potensi dan kapasitas sumberdaya yang tersedianya baik dari pemerintah, usaha swasta, maupun masyarakat dalam proses perwujutan dan pemanfaatan ruang,
(5) pemihakan dan pemberdayaan masyarakat yang lemah melalui metoda dialog, partisipatif, dan pembimbingan,
Dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi perencanaan di daerah, hal penting yang perlu dilakukan adalah:
(1) pelembagaan cara pengaturan yang transparan dan akuntabel untuk dapat dapat memberikan efektifitas pengarahan bagi masyarakat dan kemudahan dalam proses transformasi sosial,
(2) pelembagaan cara pengaturan (standar operasi dan prosedur) partisipasi dan kemitraan (usaha swasta, organisasi swadaya masyarakat, dan pemerintah) untuk menghasilkan tindakan perencanaan yang didukung (legitimate) dan sesuai dengan kesepatan kepentingan masyarakat banyak (democratic /participative),
(3) adanya kapasitas organisasi publik untuk dapat menjalankan cara pengaturan yang disepakati, mengatur pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada, mengkordinasikan kepentingan dan kebutuhan organisasi-organisasi untuk mensinkronkan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan rencana.
Perbaikan metoda perencanaan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja perencanaan. Dalam rangka memperbaiki metoda perencanaan sangat penting untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang pendefinisian atau klarifikasi permasalahan (sosial, politik, ekonomi, geografi, dan kelembagaan), proses analisis kebijakan (political processes), analisis solusi teknikal (technical solution), dan analisis organisasional pelaksanaan rencana (organizational analysis). Kegagalan memahami realitas sumber persoalan sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat, faktor-faktor perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis, proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional akan berakibat pada kefatalan hasil tindakan perencanaan yang membawa kerugian material-spiritual masyarakat dan pemborosan sumber daya.
Upaya untuk memperbaiki metoda perencanaan harus diikuti pula dengan pemahaman mendalam informasi tentang aspirasi dan kebutuhan sebenarnya masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku dalam proses transformasi sosial secara berkelanjutan; pengembangan metoda partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik proses perencanaan dan pelaksanaan rencana secara demokratik, transparan, dan akuntabel. Untuk dapat memperbaiki kelembagaan perencanaan diperlukan langkah kongkrit dengan mengatur keterkaitan dan konsistensi dengan proses perencanaan lainnya, memperjelas pembagian tugas dan hubungan antar kegiatan perencanaan (makro dan mikro) di berbagai tingkatan pemerintahan, merubah cara kerja lembaga perencanaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia perencana.
Peran Lembaga Perencanaan
Untuk dapat melaksanakan peningkatan kinerja perencanaan, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh lembaga perencanaan, yaitu :
(i) peningkatan kapasitas perencana yang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan, lembaga perencana harus dapat mengambil inisiatif untuk pemutakhiran wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan menggunakan metoda baru dalam proses perencanaan,
(ii) peningkatan hubungan kerja antar lembaga dan organisasi perencanaan, lembaga perencana perlu melakukan interaksi antara para pelaku berkepentingan untuk dapat mengembangkan proses perencanaan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat,
(iii) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan adanya pengingkatan kegiatan informasi dan komunikasi yang menyangkut perkembangan keilmuan dan pengetahuan teknikal dalam kegiatan perencanaan, serta memberikan informasi umpan balik kepada lembaga atau organisasi perencanaan, termasuk lembaga pendidikan perencanaan.
Kesimpulan
Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial.
Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.
Secara khusus, kegiatan proses perencanaan wilayah dan kota harus dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif (sebagai perwujudan prinsip-prinsip “good governance”) yang dapat memberikan dukungan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah, dan kelestarian lingkungan hidup.
Peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan merupakan suatu keharusan melalui:
(i) adopsi nilai-nilai baru yang ditransformasikan dalam rangka tindakan perencanaan,
(ii) pengembangan metoda dan proses perencanaan untuk dapat merespon dinamika masyarakat maupun perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis,
(iii) pengembangkan hubungan kerja vertikal dan horisontal antar pelaku yang berkepentingan secara harmonis dalam proses perencanaan di tingkat pusat dan daerah,
(iv) peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola tugas dan fungsi lembaga atau organisasi perencanaan secara efektif baik di tingkat pusat maupun daerah
Pembangunan adalah sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh warganegara dan dunia intrernasional, dan menyerap hampir seluruh sumber daya negara-bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan dimenejemeni.
Kata manajemen menyiratkan adanya proses yang berkesinambungan. Secara generik proses ini dimulai dari perencanaan, disusul pelaksanaan, dan diakhiri dengan pengendalian. Perencanaan adalah kegiatan dari pembangunan yang paling prioritas, karena perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi pembangunan. Perencanaan yang baik dapat diidentikkan dengan sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya tinggal melaksanakan dan mengendalikan. Sepanjang pelaksanaan konsisten, pengendalian efektif, serta faktor-faktor pengganggu tidak banyak muncul atau jika pun muncul tidak memberikan pengaruh yang mampu membiaskan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menunggu waktu untuk sampai ke tujuan.
Perencanaan pembangunan menjadi kunci karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan yang maha rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari proses rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dsb) yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang.
Negara-negara berkembang identik dengan negara miskin. Di negara seperti ini pekerjaan utama pembangunan adalah menanggulangi kemiskinan. Namun, seperti dicatat oleh Kunarjo (2000, 2-3), mengikuti Ragnar Nurske, kemiskinan di negara berkembang ibarat lingkaran setan, karena berbagai penjelasan kemiskinan tidak banyak menjelaskan “kenapa mereka menjadi miskin”. Dikatakan Kunarjo bahwa dalam lingkaran setan kemiskinan, pokok pangkal kemiskinan aadalah pendapatan yang rendah. Pendapatan yang rendah bukan hanya mempengaruhi tingkat tabungan yang rendah, tetapi juga mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan yang rendah sehingga produktivitas sumber daya yang ada juga menjadi rendah. Semuanya ini akan mempengaruhi pendapatan masyarakat yang rendah pula (Kunarjo, 2000, 3). Dalam skema, lingkaran setan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (bagan 1):
Bagan 1
Berbagai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, muncul untuk menjawab masalah ini yang kesemuanya fokus kepada upaya mendorong investasi, misalnya teori dari Henry C. Brutton yang menganjurkan pemerintah di negara berkembang untuk meningkatkan tabungan melalui dorongan moral, rangsangan langsung, kesempatan invetasi, dan mengenalkan lembaga keuangan.
Lepas dari berbagai gagasan tentang memutuskan lingkaran setan tersebut, satu hal yang pokok adalah bahwa perencanaan pembangunan lah yang pada akhirnya mengambil alih tugas tersebut, yaitu tugas untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan.
Di sinilah pembangunan menjadi sebuah praktek, bergulir dari sebuah konsep, teori, serta paradigma. Tatkala menjadi praktek, maka keharusan dari pembangunan adalah dimenejemeni. Unsur pertama adalah perencanaan pembangunan yang serta-merta menuntut penguasaan konsep kemiskinan serta problema yang mendasarinya, memiliki kerangka pemikiran teoritis, serta memahami dukungan dan kendala yang muncul dalam kondisi-kondisi obyektif masyarakat yang dibangun.
II. Model Perencanaan Pembangunan
Perencaaan secara umum terdiri dari perencanaan jangka panjang (10-25 tahun), menengah (5 tahun) dan pendek (1 tahun). Namun inti dari perencanaan adalah sama, yaitu model yang dipergunakan untuk melakukan perencanaan pembangunan itu sendiri.
Kunarjo menyebutkan paling tidak ada tiga (3) model perencanaan pembangunan, yaitu model agregat, model hubungan efek kelipatan (multiplier effect) dan ICOR, dan model perencanaan sektoral (Kunarjo, 2000, 44-68).
Model perencanaan agregat bertumpu pada teorema ekonomi makro di mana konsep intinya adalah pendapatan domestik bruto (PDB) dam konsep-konsep yang melengkapinya. Konsep ini mengagreasikan perekonomian menjadi rumus bahwa produk domestik bruto merupakan agregasi (penjumlahan) dari konsumsi (C) , pengeluaran pemerintah (G), investasi pemerintah (Ig), investasi masyarakat (Ip), ekspor (X), dikurangi impor (M). Model ini adalah model yang paling banyak dipergunakan oleh para perancang pembangunan hingga hari ini. Salah satu alasannya adalah karena model ini menghasilkan data yang kuantitatif sehingga lebih mudah difahami dan lebih menarik untuk dijadikan sebagai model.
Namun bukan berarti model seperti tersebut di atas, karena sudah sangat banyak kritik yang berkenaan dengannya, secara khusus yang mengritik basis pemikiran bahwa agregasi tersebut pada akhirnya jarang sekali untuk mampu mencerminkan kondisi ketercapaian pembangunan yang sebenarnya. Misalnya besarnya PDB ataupun pendapatan per kapita tidaklah otomatis mencerminkan tertanggulanginya kemiskinan yang ada. Pada banyak negara berkembang, justru besarnya PDB dan pendapatan per kapita menyembunyikan fakta bahwa pembangunan lebih banyak menghasilkan ketimpangan antara sebagian kecil kelompok masyarakat yang sejahtera karena memperoleh prioritas untuk mengejar “angka” PDB dan pendapatan per kapita, dan di sisi lain, sebagian besar masyarakat hidup dengan standar kualitas yang sangat jauh dibandingkan kelompok pertama tadi.
Model kedua adalah model hubungan efek kelipatan dan ICOR. Teori hubungan kelipatan pertama kali diperkenalkan oleh John Maynard Keynes dalam The General Theory of Employment, Interest and Money yang mengembangkan konsep ini dari R.F. Kahn. Dikatakan oleh Keynes bahwa:
The onception of multiplier was first introduced into economy theory by R.F. Kahn in his article on “The Relation of Home Investment to Undemployment” (Economic Journal, June 1931). His argument in this article depended on the fundamental notion that, if the propensitiy to consume in varioujs hypothetical circumstances is (together with certain other conditions) taken as given and we conceive the monetary or other public authority to take steps to stimulate or to retard investment, the change in the amount of employment will be a function of the net change in the amount of investment; and it aimed at laying down general principles by which to estimate the actual quantitative relationship between an increment of net investment and the increment of aggregate employment which will be associated with it. Before coming to the multiplier, however, it will be convenient to introduce the conception of the marginal propensity to consume (Keyness, 1957, 113-114).
Konsep multiplier pada prinsipnya menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat investasi (I) dengan permintaan pendapatan (Y). Atau, dengan bahasa sederhananya, apabila terdapat tambahan investasi, maka akan bertambah pula tingkat permintaan pendapatan dengan kelipatan sebesar kebalikan dari marginal propensity to save (mps), atau angka koefisien yang menunjukkan berapa kenaikan tingkat tabungan jika permintaan pendapatan meningkat dengan jumlah tertentu, dengan nilai angka pecahan kurang dari 1. Model ini diperkaya dengan model Incremental Capital Output Ration (ICOR) dari Sir Harrod yang menyebutkan bahwa investasi harus diartikan sebagai pertambahan kapasitas produksi. ICOR sendiri didefinisikan sebagai rasio investasi yang diperlukan untuk memperoleh pertambahan pendapatan pada periode tertentu. Seperti dicatat oleh Kunarjo, bahwa model ini diciptakan Sir Harrod sebagai alat untuk menguji stabilitas jangka pendek dan masalah pertumbuhan ekonomi di negara yang sudah cukup maju (Kunarjo, 2000, 54).
Model tersebut di atas juga tidak kalah menarik sehingga banyak dipergunakan untuk memperkaya model pertama. Kelemahan model ini sangat sederhana. Pertama, ia mengandaikan bahwa pembangunan ibarat sebuah proses produksi, di mana setiap masukan inpur baru akan meningkatkan output. Bahkan di dalam produksi sendiri setiap masukan input belum tentu menaikkan output, terlebih dalam pembanguan di mana lebih banyak lagi faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan dari sisi pemberi input. Kedua, model ini mengandaikan proses pembangunan dari sebuah negara dengan sistem tertutup, artinya input yang dimasukkan selalu memberikan output di mana input tersebut masuk. Pada prakteknya, investasi ditingkatkan di suatu negara, yang justru mendapat keuntungan adalah industri di negara lain yang menjadi pensuplai input riil dari proses tersebut. Misalnya, investasi untuk industri komputer ditingkatkan untuk mengejar pertumbuhan di sektor manufaktur ini. Namun, karena keterbatasan kompetensi lokal dan karena sistem industri dan pasar komputer dunia, maka pada akhirnya yang diuntungkan adalah negara-negara yang menjadi pemasok bahan baku komputer tersebut.
Model ketiga adalah perencanaan sektoral. Model ini sebenarnya tidak jauh beda dengan model kedua, hanya lebih didetilkan per sektor. Sektor sendiri adalah kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program-program yang mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya (Kunarjo, 2000, 55). Perencanaan sektoral ini yang antara lain membuka wacana tentang efek ke depan (forward effect) dan efek ke belakang (backward effect) dari kebijakan pembangunan sektoral.
Forward effect adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya dapat dimanfaatkan sebagai input kegiatan ekonomi lainnya. Backward effect adalah sebuah kegiatan ekonomi yang inputnya menyerap output dari kegiatan ekonomi lain. Model ini sangat menarik dan sangat “mempengaruhi” sebagaimana dapat dilihat dari permisalan di bawah ini (bagan 2):
Bagan 2
Jadi industri tekstil mempunyai efek ke belakang dan ke depan yang masing-masing terus berkembang. Setiap penambahan investasi pada industri tekstil akan menyebabkan peningkatan secara otonom di setiap industri di kelompok efek ke belakang maupun di kelompok efek ke depan. Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat fokus kepada industri-industri yang mempunyai backward effect dan forward effect yang paling besar.
Model terakhir ini sangat menarik dan sulit disangkal kebenarannya sehingga cukup sahih untuk dipergunakan sebagai model perencanaan pembangunan. Namun, model ini mengesampingkan dua hal pokok yang sama dengan yang dimiliki oleh model efek pengganda dan model ICOR, yakni terlalu menyederhanakan pembangunan sebagai sebuah proses produksi yang otonom, dan di dalam dirinya sendiri mengandaikan sebuah perekonomian yang tertutup. Dalam contoh di atas, peningkatan investasi di tekstil bisa jadi mendorong backward dan forward effect yang besar, akan tetapi pertanyaannya adalah apakah backward dan forward tadi untuk pembangunan di dalam negeri atau untuk negara lain? Untuk kasus tekstil misalnya, di mana hampir 80 – 90% bahan baku berasal dari impor, mulai kapas, mesin, hingga tinta, sehingga industri tekstil selalu dijuluki industri yang footlose – sebagaimana juga garmen dan elektronika – karena keberadaannya di negara berkembang sejauh ada tenaga kerja murah di kawasan tersebut.
Perencanaan Pembangunan di Indonesia
Perencanaan pembangunan di Indonesia secara sungguh-sungguh dimulai sejak era Orde Baru, karena pada masa sebelumnya teknik perencanaan belum berkembang dengan baik. Perencanaan pembangunan yang ada dipimpin oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menjadi think tank dari konsep perencanaan pembangunan nasional Indonesia. Bappenas di dalam prakteknya mempergunakan berbagai model untuk membuat rancangannya menjadi lebih sempurna daripada hanya menggunakan satu model tunggal.
Dalam perkembangannya, untuk memahami perencanaan pembangunan di Indonesia lebih fokus dapat dilakukan pada perencanaan jangka pendek, atau secara spesifik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
APBN mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi (Kunarjo, 2000, 138). Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin disediakan oleh swasta atau saling melengkapi antara Pemerintah dan swasta. Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dalam penerimaan pendapatan dapat dikurangi. Fungsi stavilisasi adalah anggaran yang menyangkut masalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai (Musgrave & Musgrave, 1989, 5-18).
Di Indonesia era Orde Baru sistem anggaran yang dipakai adalah sistem anggaran berimbang di mana diusahakan agar penerimaan dan pengeluaran seimbang. Pada prakteknya keseimbangan tersebut sebenarnya bersifat “simbolik”, karena pada dasarnya yang terjadi adalah anggaran defisit di mana defisit ini ditutup melalui pinjaman luar negeri. Kebijakan ini tidak dirubah dalam pemerintahan reformasi Presiden Wahid. Sementara itu, pola penyajian di masa sebelum ini adalah pola “T”, atau yang identik dengan neraca, sementara pola terbaru mempergunakan pola “I” atau menjadikan sisi penerimaan (yang sebelumnya ada di sisi kiri) dan sisi pengeluaran (yang biasanya di sisi kanan) berada dalam satu lajur yang sama.
Persamaannya, kedua anggaran tersebut isinya relatif sama. Di sisi penerimaan adalah penerimaan dalam negeri yang terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak (termasuk pendapatan dari minyak dan gas bumi), serta pinjaman dari luar negeri (termasuk hibah). Di sisi pengeluaran dibagi secara klasikal menjadi dua kelompok: anggaran rutin dan anggaran pembangunan, ditambah pembayaran/cicilian utang.
Pada dasarnya prinsip penyusunan anggaran ini sudah baik dan memiliki pola baku yang standar. Namun, bukan berarti pola ini tertutup untuk penyempurnaan, karena di dalamnya terdapat satu bias dalam pemahaman pembangunan. Bahwa ada perbedaan antara “rutin” dan “pembangunan”, padahal keduanya dapat disamakan, bahkan dapat dikatakan berhimpitan. Misalnya “belanja barang” akan mendorong investasi di industri yang menyuplai kebutuhan belanja barang tersebut. Kedua, anggaran tersebut memadai untuk kondisi keuangan pemerintahan yang kuat, dukungan pemberi pinjaman luar negeri yang baik, dan pemerintahan yang terpusat.
Saat ini Indonesia berada dalam kondisi yang mempertanyakan seluruh asumsi dasar yang menjadi pondasi dari penyusunan anggaran tersebut. Kondisi obyektif ini mendorong kita untuk mencoba merumuskan kembali model perencanaan pembangunan dalam bentuk anggaran yang lebih memadai.
IV. Alternatif
Indonesia dewasa ini memiliki empat kondisi obyektif. Pertama, pemerintah tidak punya uang. Kedua, pendapatan dalam negeri, khususnya melalui pajak, sulit untuk ditingkatkan karena masyarakat dan dunia usaha masih dililit kondisi krisis yang tidak kunjung selesai. Ketiga, para pemberi pinjaman dari luar negeri, khususnya IMF, mulai khawatir dengan kredibilitas Indonesia, khususnya dikaitkan dengan kemampuan membayar kembali pinjaman pemerintah yang mencapai USD 80 miliar (atau plus utang swasta yang sebagian besar ditalangi pemerintah melalui BPPN sekitar USD 70 miliar), sementara itu dikabarkan sejumlah negara masuk menjadi nominasi utama untuk memperoleh bantuan, mengalahkan Indonesia. Keempat, penyelenggaraan pemerintahan sudah didesentralisasikan, sehingga baik pendapatan pemerintah dari daerah yang sebelumnya besar dan kini beralih ke daerah, juga karena tugas mengatasi masalah pembangunan, khususnya kemiskinan, diserahkan kepada daerah dengan kebijakan otonomi daerah yang diberlakukan secara efektif per Januari 2001. Kondisi ini memungkinkan bagi pemerintah untuk merekonsepsualisasikan model perencanaan pembangunan dan model anggaran yang lebih tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada.
Model perencanaan pembangunan yang lebih baik sebenarnya sudah banyak dikemukakan dalam berbagai wacana, namun belum mengkristal, yakni model pembangunan pemberdayaan, di mana dengan demikian tugas pemerintah tidak lagi “menggerakkan” namun “menstimulasikan” pembangunan. Kondisi keterbatasan kemampuan pemerintah dan kemajuan yang dialami oleh masyarakat umum lah yang mendorong dimajukannya konsep pemberdayaan tersebut.
Dalam konteks ini, maka anggaran pemerintah perlu mengalami penyesuaian dari sebuah anggaran yang bersifat “public (sector) driven” menjadi “private (sector) driven”. Karenanya susunan anggaran ditawakan sebagai berikut:
(1) Bahwa konsepnya bisa berbentuk “T” atau “I” sepanjang terdapat dua hal pokok: pos penerimaan dan pos pengeluaran.
(2) Ia bisa berbentuk “anggaran berimbang” atau “anggaran defisit’ sepanjang memiliki kelayakan secara anggaran dalam konteks kesinambungan pengelolaan pembangunan jangka panjang.
(3) Pos penerimaan terdiri dari tiga hal pokok: pendapatan dari pajak, pendapatan dari bukan pajak (yakni HANYA laba BUMN dan hasil privatisasi BUMN yang menjadi hak pemerintah dan deviden BUMN yang menjadi hak pemerintah, karena Pertamina harus dijadikan BUMN yang sebagaimana BUMN lain dikelola oleh Undang-Undang No 1/1995 tentang perseroan), dan pinjaman luar negeri (termasuk hibah).
(4) Pos pengeluaran terdiri dari empat item pokok: pertama, pos pengeluaran sektoral yang dikeluarkan untuk kegiatan sektor-sektor pembangunan. Pembagian sektor dapat diplih melalui: (a) Pemilahan sektoral yang pernah dibuat pada era Orde Baru, yakni 20 sektor pembangunan, yaitu Industri, Pertanian dan Kehutanan, Pengairan, Tenaga Kerja, Perdagangan, Pengembangan Usaha Nasional, Keuangan dan Koperasi, Transportasi, Pertambangan & Energi, Pariwisata dan Telekomunikasi, Pembangunan Nasional dan Transmigrasi, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan thd. Tuhan YME, Pemuda & Olah Raga, Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Perumahan dan Permukiman, Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hukum, Aparatur Negara, Politik, Hubungan Luar Negeri, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa, Keamanan dan Ketertiban, atau (b) Mengelompokkan lagi menjadi lima sektor strategis, yaitu pengembangan Sumber Daya Manusia (Daya Saing), pengembangan Ekonomi (Daya Hidup), pengembangan Kelembagaan (Daya Tahan), pengembangan Prasarana dan Sarana Pendukung (Daya Dukung), dan sektor pengembangan Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan (Daya Kendali), atau bisa juga: (c) Dibagi secara sektoral yang dikelola oleh lembaga pemerintah departemen, dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat nasional. Pos ini berisi anggaran kerja untuk lingkup nasional, sehingga lebih kecil daripada sebelumnya, sebab anggaran untuk daerah tidak lagi berada pada pos pusat, melainkan pos anggaran di daerah.
(5) Kedua, pos pengeluaran regional, yang berisi pos pengeluaran untuk propinsi dan pos pengeluaran untuk kabupaten dan kota. Ketiga, pos pengeluaran khusus yang berisi dua kegiatan, yaitu penanggulangan kemiskinan (harus dikembalikan atau dianggap sebagai pinjaman yang harus dikembalikan) dan bantuan khusus (yang dianggap sebagai karitas, misalnya berkenaan dengan masalah sosial, bencana alam, para veteran, dsb). Keempat, pos pengeluaran pembayaran pinjaman. Kelima, pos pengeluran belanja rutin.
Model sederhana dari anggaran yang baru adalah sebagai berikut:
Penerimaan Pengeluaran
1. Penerimaan Pajak 1. Pengeluaran Sektoral
Pajak-pajak langsung
Pajak-pajak tidak langsung Sumber daya manusia
Ekonomi
2. Penerimaan bukan pajak Kelembagaan
Hak pemerintah atas laba dan hasil privatisasi BUMN Sarana dan Prasarana
Pengawasan dan pengendalian
Deviden BUMN
3. Pinjaman Luar Negeri 2. Pengeluaran Regional
Hibah
Lunak Provinsi
Kabupaten dan Kota
Setengah komersial 3. Pengeluaran Khusus
Komersial Penanggulangan kemiskinan
Bantuan khusus
4. Sisa anggaran tahun sebelumnya 4. Pembayaran pinjaman
5. Belanja rutin
Justifikasi dari ketiga pemikiran ini adalah karena, pertama, tugas pemerintah harus semakin dikurangi karena paradigma yang hari ini dikedepankan bukan lagi “apa yang seharusnya dilakukan pemerintah” melainkan “apa yang dapat dilakukan pemerintah” (Dwidjowijoto, 2000) sehingga banyak pembedaan “rutin” dan “pembangunan” diabaikan dan digabungkan menjadi pos “rutin”, ditambah penghilangan pos subsidi karena subsidi akan dialihkan melalui mekanisme lain, yakni penanggulangan kemiskinan –yang dikedepankan bukan “murahnya harga” tapi “keberdayaan masyarakat dalam menjangkau harga”. Kedua, anggaran adalah untuk pemerintah pusat yang tidak lagi terlalu banyak mengurusi masalah-masalah daerah, karena masalah-masalah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Dengan demikian, APBN lebih fokus kepada hal-hal yang mempunyai ruang lingkup nasional.
Sumber google dan buku pengantar ekonomi pembangunan
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi seperti yang telah disebutkan di atas adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia.
Ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan ide dan metode ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. misalnya bidang pendidikan, pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, dan agama. Gary Becker dari University of Chicago adalah seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia. Pendapatnya ini terkadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.
Banyak ahli ekonomi mainstream merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang ada sudah cukup untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu ekonomi akan mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya; walaupun menurut pendapat kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut malah merusak konsep yang benar sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini menimbulkan pertanyaan "apa seharusnya dilakukan para ahli ekonomi? ” The traditional Chicago School, with its emphasis on economics being an empirical science aimed at explaining real-world phenomena, has insisted on the powerfulness of price theory as the tool of analysis. On the other hand, some economic theorists have formed the view that a consistent economic theory may be useful even if at present no real world economy bears out its prediction.
B. Sejarah perkembangan ilmu ekonomi
Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan Negara
Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall, J.M. Keynes, Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.
Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.
Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General Theory of Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling "bertarung" dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya seperti: new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.
Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional yang pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen dkk dan kemudian oleh peraih nobel Douglass C. North.
Metodologi
Sering disebut sebagai The queen of social sciences, ilmu ekonomi telah mengembangkan serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen pada masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri, yang mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi. Kubu lain dari metode kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model General equilibrium (keseimbangan umum), yang menggunakan konsep aliran uang dalam masyarakat, dari satu agen ekonomi ke agen yang lain. Dua metode kuantitatif ini kemudian berkembang pesat hingga hampir semua makalah ekonomi sekarang menggunakan salah satu dari keduanya dalam analisisnya. Di lain pihak, metode kualitatif juga sama berkembangnya terutama didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam menjelaskan perilaku agen yang berubah-ubah.
Empat aspek yang erat hubungannya dengan metodologi dalam analisis ekonomi. Aspek-aspek tersebut adalah:
- Masalah pokok ekonomi yang di hadapi setiap masyarakat, yaitu masalah kelangkaan atau kekurangan. Berdasarkan uraian mengenai masalah ekonomi pokok tersebut akan dirumuskan definisi ilmu ekonomi.
- Jenis-jenis analisis ekonomi.
- Ciri-ciri utama suatu teori ekonomi dan kegunaan teori ekonomi.
- Bentuk-bentuk alat analisis yang digunakan pakar ekonomi dalam menerangkan teori ekonomi dan menganalisis berbagai peristiwa yang terjadi dalam perekonomian.
C. Masalah Ekonomi dan Kebutuhan untuk Membuat Pilihan
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya akan selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi...”Apakah yang diartikan dengan kegiatan ekonomi?”
Kegiatan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau suatu perusahaan ataupun suatu masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut.
Masalah Pokok Perekonomian: Kekurangan
Masalah kelangkaan
Masalah kelangkaan atau kekurangan berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara (i) kebutuhan masyarakat (ii) faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat.
Faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut adalah relatif terbatas. Oleh karenanya masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang mereka butuhkan atau inginkan. Mereka perlu membuat dan menentukan pilihan.
D. Kebutuhan Masyarakat
Yang dimaksudkan dengan kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Sebagian barang dan jasa ini diimport dari luar negeri. Tetapi kebanyakan diproduksikan di dalam negeri. Keinginan untuk memperoleh barang dan jasa dapat dibedakan kepada dua bentuk:
- Keinginan yang disertai oleh kemampuan untuk membeli.
- Keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan untuk membeli.
Keinginan yang disertai dengan kemampuan untuk membeli dinamakan permintaan efektif.
Jenis-jenis Barang
- Berdasarkan kepentingan barang tersebut dalam kehidupan manusia. Barang-barang tersebut dibedakan kepada barang inferior (contoh: ikan asin dan ubi kayu), barang esensial (contoh: beras, gula dan kopi), barang normal (contoh: baju dan buku) dan barang mewah (contoh: mobil dan emas).
- Berdasarkan cara penggunaan barang tersebut oleh masyarakat. Barang-barang tersebut dibedakan menjadi barang pribadi (contoh: makanan, pakaian dan mobil) dan barang publik (contoh: jalan raya, lampu lalu lintas dan mercu suar).
E. sifat-sifat Teori Ekonomi
Sifat-sifat umum dari teori-teori di dalam ilmu ekonomi. Setiap teori mempunyai 4 unsur penting berikut:
- Definisi-definisi yang menjelaskandengan sebaik-baiknya variabel-variabel yang sifat-sifat hubungannya akan diterangkan dalam teori tersebut.
- Sejumlah asumsi-asumsi atau pemisalan-pemisalan mengenai keadaan yang harus wujud supaya teori itu berlaku dengan baik.
- Satu atau beberapa hipotesis mengenai sifat-sifat hubungan di antara berbagai variabel yang dibicarakan.
- Satu atau beberapa ramalan mengenai keadaan-keadaan yang akan berlaku.
F. Alat-alat Analisis dalam Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi memerlukan beberapa alat analisis untuk menerangkan teori-teorinya dan untuk menguji kebenaran teori-teori tersebut. Grafik dan kurva adalah alat analisis yang utama dalam teori ekonomi. Dalam teori yang lebih mendalam, matematika dan persamaan matematika memegang peranan yang sangat penting. Di samping itu statistik adalah alat analisis untuk mengumpulkan fakta dan menguji kebenaran teori ekonomi.
G. Peranan Ahli Ekonomi dalam Kebijakan Ekonomi
Tugas dari ahli-ahli ekonomi adalah memikirkan cara-cara dengan menggunakan teori-teori ekonomi sebagai landasan untuk menghindari pertentangan yang mungkin timbul dalam mencapai berbagai tujuan tersebut secara serentak. Di dalam memikirkan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi dan mewujudkan tujuan-tujuan ekonomi yang yang ditentukan, analisis yang dibuat haruslah meliputi persoalan-persoalan berikut:
• Tujuan-tujuan dari kebijakan yang dijalankan.
• Cara-cara yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
• Jenis pengorbanan yang harus dibuat untuk mencapai tujuan tersebut.
• Akibat buruk yang mungkin berlaku apabila suatu langkah atau kebijakan ekonomi dilaksanakan.
• Menjajaki langkah alternatif lain yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
1. Teori Mikroekonomi
Teori mikroekonomi dapat didefinisikan sebagai: satu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan
perekonomian.Isu pokok yang dianalisis dalam teori mikroekonomi adalah: bagaimanakah caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan?
2. Teori Makroekonomi
Teori makroekonomi membuat analisis mengenai kegiatan dalam suatu perekonomian dari sudut pandang yang berbeda dengan teori mikroekonomi. Analisis makroekonomi merupakan analisis terhadap keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisis dalam makroekonomi merincikan pengeluaran agregat kepada 4 komponen: pengeluaran rumah tangga (biasa disebut sebagai konsumsi rumah tangga), pengeluaran pemerintah, pengeluaran perusahaan-perusahaan (biasanya disebut sebagai investasi) dan ekspor-impor. Teori makroekonomi meliputi juga analisis dalam berbagai aspek berikut:
• Masalah ekonomi yang dihadapi, terutama pengangguran dan inflasi, dan bentuk kebijakan pemerintah untuk mengatasinya.
• Peranan uang dalam penentuan kegiatan ekonomi.
Ada yang perlu diluruskan terlebih dulu, atas pemahaman yang lazim terhadap makna terminologi politik luar negeri dan kebijakan luar negeri. Walaupun terminologi politik luar negeri sering ditukar penggunaannya dengan kebijakan luar negeri, sesungguhnya secara analitik ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan ini menjadi kunci pemahaman duduk permasalahan pertanyaan di atas.
Di dalam literatur hubungan internasional, perbedaan istilah ini memang tidak dikenal (Walter Carlness, 1999). Yang dikenal adalah terminologi foreign policy (kebijakan luar negeri), bukan foreign politics (politik luar negeri). Namun, konvensi penggunaan istilah-istilah ini di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut.
Politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi karakteristik pembeda negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Politik luar negeri adalah sebuah posisi pembeda. Politik luar negeri adalah paradigma besar yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia. Politik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, politik luar negeri cenderung bersifat tetap.
Sementara kebijakan luar negeri adalah strategi implementasi yang diterapkan dengan variasi yang bergantung pada pendekatan, gaya, dan keinginan pemerintahan terpilih. Dalam wilayah ini pilihan-pilihan diambil dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan (finansial dan sumber daya) yang dimiliki. Kebijakan luar negeri, dengan demikian, akan bergantung pada politik luar negeri.
Prinsip-prinsip yang menggaris bawahi kebijakan luar negeri Indonesia diuraikan untuk pertama kalinya oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948 di Yogyakarta, Jawa Tengah.
Dalam sebuah pertemuan Kongres Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), anggota parlemen Indonesia, wakil presiden Hatta, perdana menteri yang merangkap menteri pertahanan, mendeklarasikan sikap pemerintah terhadap berbagai isu dalam dan luar negeri. Menyanggah dasar-dasar pikiran front rakyat demokratik, partai komunis Indonesia, yang menyatakan bahwa dalam situasi perang dingin antara rusia dan amerika, kebijakan terbaik Indonesia adalah memihak rusia, hatta menyatakan: “Apakah kita, bangsa Indonesia, dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara rusia dan amerika? apakah tidak ada jalan lain yang dapat kita ambil untuk mengejar keinginan-keinginan kita?” “Pemerintah memiliki pendapat yang tegas bahwa kebijakan terbaik yang diadopsi adalah tidak menjadikan kita objek konflik internasional. Sebaliknya, kita harus menjadi subyek yang memiliki hak untuk memutuskan takdir kita sendiri serta berjuang untuk tujuan kita, yaitu kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia” (Mohammad Hatta, “Mendayung Antara Dua Karang” 1976)
Pernyataan di atas menjadi pertanda kebijakan yang akan diambil Indonesia dalam relasi Internasional, yang dikemudian hari dikenal sebagai “mendayung antara dua karang”.
Kebijakan bebas aktif
Prinsip ini adalah pondasi dari kebijakan luar negeri Indonesia, yang bebas aktiv. Kebijakan yang bebas karena Indonesia tidak memihak adidaya dunia. Sebagai sebuah prinsip, dengan menerapkan keberpihakan akan bertentangan dengan filosofi nasional dan identitas negara yang dinyatakan dalam Pancasila.
Kebijakan yang aktiv untuk memperluas bahwa Indonesia tidak menjalankan sikap yang pasiv atau reaktiv terhadap isu-isu internasional akan tetapi dengan mencari partisipasi aktiv dalam untuk penyelesaiannya. Dengan kata lain, kebijakan bebas aktiv Indonesia bukanlah kebijakan yang tidak memihak, akan tetapi adalah sebuah kebijakan yang tidak menjadikan Indonesia sekutu negara adidaya ataupun mengikat negara dengan pakta militer manapun. Hakikatnya, ini adalah sebuah kebijakan yang didisain untuk melayani kebijakan negara sementara secara bersamaan memungkinkan Indonesia bekerjasama dengan negara-negara lain menghapuskan kolonialisme dan imperalisme dalam segala macam bentuk dan manifestasinya sehingga menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial. Hal inilah yang menjelaskan mengapa Indonesia menjadi salah satu anggota pendiri Gerakan Non-Blok.
Sasaran Utama
Kebijakan luar negeri setiap negara afalah sebuah refleksi aspirasi negara yang bersangkutan dalam berhadapan (vis-a-vis) dengan negara lain di seluruh dunia. Berdasarkan dasar pikiran ini, sasaran utama kebijakan luar negeri Indonesia adalah: A. Mendukung pembangunan nasional dengan prioritas pada pembangunan ekonomu, sebagai tahapan dalam rencana pembangunan lima tahun; B. Memelihara stabilitas internal dan regional mengkondusivkan pembangunan nasional; C. Menjaga integritas wilayah Indonesia dan menjamin harapan bangsa terhadap tempat tinggal.
Garis Besar Hubungan Luar Negeri
Mengejar sasaran di atas, resolusi Majelis Pertimbangan Rakyat No. II/MPR/1993 memberikan garis besar kebijakan luar negeri Indonesia sebagai berikut:
Hubungan luar negeri harus diarahkan dengan dasar kebijakan bebas aktiv dan didedikasikan untuk kepentingan negera, terutama untuk mendukung pembangunan nasional di seluruh aspek kehidupan, serta untuk mewujudkan sebuah tata dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial.
Hubungan Internasional harus bertujuan memperkuat hubungan persahabatan internasional dan regional serta kerjasama lewat berbagai macam jalur regional dan multilateral yang berhubungan dengan kepentingan dan potensi nasional. Berkenaan dengan hal ini, citra Indonesia yang positiv di luar negeri harus ditingkatkan seperti dengan jalan mengadakan aktivitas kebudayaan.
Peran Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan internasional, terutama yang mengancam perdamaian dan bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, harus dilanjutkan dan diintensifkan dengan semangat 10 Prinsip Bandung.
Setiap perkembangan dan perubahan internasional harus diawasi secara seksama sehingga langkah-langkah yang tepat dapat diambil secara cepat untuk melindungi stabilitas dan pembangunan nasional dari berbagai dampak negativ yang mungkin terjadi. Secara bersamaan, kemajuan internasional yang memberikan kesempatan untuk membantu dan mempercepat pertumbuhan nasional harus bisa ditakar dan dimanfaatkan secara penuh.
Peran Internasional Indonesia dalam mempromosikan serta menguatkan hubungan persahabatan dan kerjasama saling menguntungkan antara negara-negara harus diintensivkan. Usaha-usaha negara untuk meraih target-target nasional, seperti realisasi prinsip kepulauan dan pelebaran pasar expor, harus dilanjutkan.
A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
STRATEGI PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN EKONOMI STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS (CRITICAL MINIMUM EFFORT)
• Menaikkan pendapatan perkapita pd tingkat pembangunan berkesinambungan (SUSTAINABLE) Õ terjadi HARVEY LEIBSTEIN.
• Setiap ekonomi tergantung HAMBATAN & RANGSANGAN.
• Hambatan menurunkan pendapatan perkapita dari tingkat sebelumnya
• Rangsangan menaikkan pendapatan perkapita
PERTUMBUHAN PENDUDUK Õ FUNGSI DARI PENDAPATAN PERKAPITA
• Pendapatan naik, meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Hanya pada titik tertentu, jika melampaui titik tsb, kenaikan pendapatan perkapita menurunkan tingkat kesuburan. Dan ketika pembangunan mencapai tahap maju, maka laju pertumbuhan penduduk turun (LEIBSTEIN).
• Dengan kenaikan pendapatan perkapita, keinginan memperoleh anak semakin berkurang. Spesialisasi meningkat dan Mobilitas ekonomi & sosial ; kenyataan mengurus anak sangat sulit dan mahal. Maka laju pertumbuhan penduduk KONSTAN dan menurun (TESIS KAPILARITAS SOSIAL DUMONT).
Faktor-faktor mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita dari pelaksanaan Upaya Minimum Kritis :
1.Skala disekonomis internal ; akibat tidak dapat dibaginya faktor produksi.
2.Skala disekonomis external ; akibat ketergantungan eksternal, hambatan budaya dan kelembagaan di negara berkembang.
AGEN PERTUMBUHAN
1.Pengusaha
2.Investor
3.Penabung
4.Inovator
Kegiatan tersebut membantu pertumbuhan sehingga memunculkan :
1.Kewiraswastaan
2.Peningkatan sumber pengetahuan
3.Pengembangan keterampilan produktif masyarakat
4.Peningkatan laju tabungan dan investasi
RANGSANGAN PERTUMBUHAN
1.Rangsangan ZERO-SUM
Tidak meningkatkan pendapatan nasional tetapi bersifat upaya distributif
• Kegiatan bukan dagang ; posisi monopolistik, kekuatan politik & prestise sosial
• Kegiatan dagang , tidak menambah sumber agregat
• Kegiatan spekulatif, memboroskan sumber kewiraswastaan yang langka
• Kegiatan tabungan netto ; nilai sosial nihil / lebih rendah dari privatnya.
2. Rangsangan POSITIVE-SUM
Menuju pada pengembangan pendapatan nasional
Dalam ekonomi terbelakang, ada pengaruh bersifat anti perubahan yang menekan pendapatan perkapita :
1.Kegiatan usaha ZERO-SUM, pembatasan peluang ekonomi
2.Tindakan konservatif para buruh yg terorganisir menentang perubahan
3.Perlawanan thd gagasan dan pengetahuan baru dan daya tarik pengtahuan
4.Kenaikan pengeluaran konsumsi mewah pribadi / publik ; tidak produktif
5.Pertumbuhan penduduk & Angkatan buruh.
Upaya minimum kritis mengatasi pengaruh perekonomian terbelakang agar laju pertumbuhan ekonomi merangsang POSITIVE-SUM menjadi lebih besar dari ZERO-SUM, shg pendapatan perkapita naik, tabungan & investasi naik, yaitu :
1.Ekspansi agen pertumbuhan
2.Sumbangan masy. thd. per unit modal naik seiring rasio modal output turun.
3.Berkurangnya keefektifan faktor-faktor penghambat pertumbuhan
4.Penciptaan kondisi lingkungan dan sosial ; mobilitas ekonomi dan sosial naik.
5.Peningkatan spesialisasi dan perkembangan sektor sekunder dan tersier.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG
Para ekonom Teori Dorongan Besar-Besaran (BIG PUSH THEORY)
Yaitu pembangunan di berbagai jenis industri secara bersamaan (SIMULTANEOUS) sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar. Diperlukan keseimbangan antara DEMAND & SUPPLY.
TUJUAN UTAMA : menciptakan jenis industri yg berkaitan erat satu dgn yg lain shg setiap industri memperoleh EKSTERNALITAS EKONOMI sbg akibat INDUSTRIALISASI.
Menurut REINSTEIN-RODAN, pembangunan industri besar-besaran menciptakan 3 macam eksternalitas ekonomi, yaitu :
1.Yang diakibatkan oleh perluasan pasar
2.Karena industri yang sama letaknya berdekatan
3.Karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut.
SCITOVSKY Eksternalitas : jasa-jasa yg diperoleh dgn cuma-cuma oleh suatu industri dari satu atau beberapa industri.
STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG
ALBERT O. HIRSCHMAN dan PAUL STREETEN ï pola yang lebih cocok untuk mempercepat pembangunan di NYSB, karena :
1. Secara historis pemb. ekonomi coraknya tidak seimbang
2. Mempertinggi efesiensi penggunaan Sumber daya tersedia
3. Pembangunan tak seimbang menimbulkan KEMACETAN (BETTLENECKS) yaitu gangguan dlm proses pembangunan tetapi akan menjadi pendorong pembangunan selanjutnya.
Pembangunan tak seimbang antara sektor prasarana & sektor produktif
Cara pengalokasian sumber daya ada 2 bagian :
1.Cara pilihan pengganti (SUBSTITUTION CHOICES) Menentukan proyek yang harus dilaksanakan
2.Cara pilihan penundaan (POSTPONEMENT CHOICES) Menentukan urutan proyek yang harus didahulukan pelaksanaannya.
HIRSCHMAN
Menganalisis alokasi sumber daya sektor prasarana (Social Everhead Capital = SOC) dgn sektor produktif yg menghasilkan brg kebutuhan masy. (Directly Productive Activities = DPA).
Ada 3 pendekatan :
1.Pemb. yg seimbang antar kedua sektor
2.Pemb. tidak seimbang dimana sektor prasarana lebih ditekankan.
3.Pemb. tidak seimbang dimana sektor produktif lebih ditekankan.
Kegiatan ekonomi mencapai efisien & optimal, jika :
1.Sumber daya dialokasikan DPA & SOC, pd tingkat produksi maksimum
2.Pd tingkat produksi tertentu, jumlah sumber daya digunakan DPA sedangkan SOC jumlahnya menurun.
PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG DALAM SEKTOR PRODUKTIF
Mekanisme pendorong pembangunan (INDUCEMENT MECHANISM) ada 2 :
1. Pengaruh keterkaitan ke belakang (Backward Linkage Effects)
Tingkat rangsangan yg diciptakan pembangunan industri thd perkembangan industri yg menyediakan input bagi industri tsb.
2. Pengaruh keterkaitan ke depan (Forward Linkage Effects)
Rangsangan yg diciptakan oleh pembangunan industri thd perkembangn industri yg menggunakan produk industri yg pertama sbg input mereka.
Berdasarkan pada tingkat keterkaitan antar industri, ada 2 golongan :
1.Industri SATELIT (SATELITY INDUSTRY)
• Lokasi berdekatan dgn industri induk mempertinggi efisiensi
• Input utama berasal dari produk industri induk
• Besarnya industri tidak melebihi industri induk.
2.Industri NON SATELIT (NON SATELITY INDUSTRY)
CHENERY & WATANABE * Penggolongan industri ada 4 golongan :
1.Industri barang setengah jadi
2.Industri barang jadi
3.Industri barang setengah jadi sektor primer
4.Industri barang jadi sektor primer.
Bab 6
Pengertian perencanaa
Suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui serangkaian pilihanSebenarnya sebelum kita lebih jauh mendalami mengenai jurusan yang mengasyikan ini (Planologi), kita harus lebih dahulu tahu arti “Perencanaan”, karena nantinya hal inilah yang menjadi tolak ukur dalam profesi ataupun dalam membuat rencana itu sendiri.
Berbagai pengertian mengenai perencanaan ini sudah banyak diungkapkan oleh para ahli. Di bawah ini beberapa pengertian perencanaan oleh para ahli dan sumber lainnya :
1. Perencanaaan adalah suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan pada masa yang akan datang.(Conyers dan Hills, 1994)
2. Perencanaan adalah suatu proses antisipasi tentang kejadian dan kondisi masa mendatang, dan menentukan upaya terbaik untuk pencapaian tersebut.(Haryono Wicaksono dan Euis Hernawati,
3. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaiman pencapaiannya.(Stoner dan Walker, 1986)
4. Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. (Abdulrachamn, 1993)
Dari berbagai pengertian perencanaan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa perencanaan itu mecakup suatu pemikiran yang sadar, tujuan-tujuan yang hendak dicapai, penggunaan sumber daya, dan tindakan yang akan dilaksanakan.
Dalam bidang ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota ini, setiap hal perlu suatu perencanaan yang baik dan terarah. Hal ini dimaksudkan agar sesuatu itu dapat berjalan dengan baik dan tidak keluar dari rencana yang telah dibuat. Perencanaan yang baik pada ilmu ini adalah perencanaan yang memikirkan segala aspek sekitar yang mempengaruhinya dan menjadi tumpuan dengan berpedoman ilmu yang sesuai.
Sebenarnya, perencanaan itu memiliki beberapa pengertian lain yaitu :
• Perencanaan sebagai proses
• Perencanaan sebagai profesi
• Perencanaan sebagai arahan ke masa depan
• Perencanaan sebagai arahan tindakan
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa perencanaan itu memiliki bebrapa karakteristik, yaitu :
1. memiliki tujuan, target, sasaran, dan harapan (cita-cita) di masa depan
2. proses untuk mengambil suatu keputusan di masa depan
3. penggunaan sumber daya yang ada.
Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.
Fungsi perencanaan
v proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
Perlunya perencanaan pembangunan
Dalam pembangunan diperlukan perencanaan untuk menentukan arah kedepannya tujuan perencanaan tersebut supaya mendapatkan hasil yang maksimal
Menurut T Hani Handoko (1991, hal 77), perencanaan adalah : “Pemilihan se- kumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa".
Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang di mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan serta periode sekarang pada saat direncanakan.
Sedangkan menurut Stoner (1992, hal 202) perencanaan merupakan “proses yang mendasar yang dapat dipadatkan menjadi 4 (empat) langkah pokok yang dapat di sesuaikan dengan semua aktivitas perencanaan pada seluruh tingkat organisasi, yaitu :
1. Tetapkan tujuan atau perangkat tujuan
Diawali dengan keputusan mengenai apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh organisasi. Prioritas dan pemaparan secara tegas tujuan tujuannya memungkinkan organisasi dapat memusatkan sumberdayanya secara efektif. Jika perencanaan merupakan prosesyang benar benar dipahami, lebih mudah bagi tiap indi¬vidu untuk mengembangkan tujuan sendiri dan untuk memperoleh bantuan dan mengembangkan rencana guna mencapai tujuan itu.
2. Tentukan situasi sekarang
Analisalah keadaan terakhir dari persoalan yang ada pada organisasi, seberapa jauh organisasi berada dari tujuannya?, sumber daya apa yang tersedia untuk mencapai tujuan, informasi keuangan, data statistik, rencana dapat disusun untuk membuat peta kemajuan selanjutnya.
3. Indentifikasi pendukung dan penghambat tujuan
Menentukan faktor apakah dalam lingkungan dalam dan luar organisasi yang dapat membantu mencapai tujuan serta faktor apa yang nungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilaku¬kan, namun mengantisipasi situasi, masalah, dan peluang di masa yang akan datang merupakan bagian penting perencanaan.
4. Kembangkan rangkaian tindakan untuk mencapai tujuan
Yaitu dengan mengembangkan berbagai alternatif tindakan, mengevaluasi alternatif alternatif ini, dan memilih alternatif yang paling cocok. Dalam langkah ini keputusan keputusan menyangkut tindakan tindakan masa depan diambil dan di dalamnya garis garis pedoman untuk pengambilan keputusan yang efek¬tif adalah paling relefan.\
Permasalahan Kemasyarakatan dan Tindakan Perencanaan
Permasalahan kemasyarakatan yang tampak menonjol pada akhir-akhir ini adalah:
(1) disintegrasi bangsa, yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi antar daerah, politik sentralisasi kekuasan pada masa lampau, adanya konflik hubungan pusat dan daerah terutama dikaitkan dengan hak daerah terhadap bagi hasil eksplorasi sumberdaya alam yang dikelola negara,
(2) pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap struktur perekonomian di berbagai daerah dan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta pertambahan jumlah penduduk miskin,
(3) penurunan kualitas kehidupan masyarakat, yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan kemiskinan, konflik sosial, gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat dan kepemilikan individu, keadilan sosial, dll-nya,
(4) penurunan kinerja pelayanan publik, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi daerah, penyediaan prasarana dan sarana dasar, pengendalian permukiman, pengelolaan tata ruang dan pertanahan, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dll-nya,
(5) hubungan kerja antara pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat yang belum tertata dalam suatu aturan main atau mekanisme yang interaktif, setara, dan kooperatif dalam kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan pelayanan publik.
(6) kegagalan pemerintah untuk mengembangkan sistem kepemerintahan dalam bidang politik dan ekonomi, yang berpengaruh terhadap kualitas proses pengambilan keputusan kebijakan dan praktek manajemen dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.
(7) keragaman kapasitas daerah, sebagai akibat dari kebijakan desentralisasi kewenangan pelayanan dan fiskal ke pemerintah daerah, terdapat perbedaan kemampuan masing-masing pemerintah daerah dalam mengatur keseimbangan penerimaan (receiving), pengeluaran (spending), dan penyediaan pelayanan (provision). Hal ini terkait dengan kapasitas ekonomi lokal, kemampuan sumberdaya manusia, tingkat kesejahteraan rakyat, dan kualitas pelayanan publik yang ada.
Dalam kegiatan atau tindakan perencanaan, permasalahan yang muncul secara umum adalah:
(1) adanya keraguan dari banyak kalangan terhadap keberadaan dan manfaat tindakan perencanaan untuk dapat menyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
(2) kurangnya keterkaitan antara berbagai proses perencanaan didalam kegiatan sektor publik dan kegiatan sosial-ekonomi yang berlangsung di masyarakat,
(3) kurangnya konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan pembiayaan, maupun perencanaan tata ruang dan pertanahan, serta antara perencanaan sektoral dengan perencanaan wilayah dan kota,
(4) kurang tanggapnya proses kegiatan perencanaan dengan kebutuhan “klien” yang ada, atau terlepasnya kegiatan perencanaan dengan proses politik, serta kurang terbukanya proses dan produk kegiatan perencanaan kepada publik,
(5) kurang efektifnya proses interaksi antara organisasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam proses kegiatan perencanaan.
(6) lemahnya produk perencanaan untuk dapat memberikan informasi tentang kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam perancangan kegiatan pembangunan atau investasi yang berdampak pada perubahan ruang,
(7) kurangnya kapasitas organisasi perencanaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik dalam proses perencanaan, pengelolaan informasi bagi keperluan analisis permasalahan dan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku yang berkepentingan,
(8) terbatasnya wawasan dan kemampuan para perencana untuk memahami paradigma, metoda, dan proses perencanaan yang baik, dan cara kerja interaktif dengan disiplin lain, pelaku berkepentingan, dan terutama dengan masyarakat.
Peran Perencanaan
Kegiatan perencanaan di negara maju telah berkembang sedemikian rupa sebagai bagian dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik. Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat dan mekanisme pasar.
Pada negara yang demokratik, proses perencanaannya melibatkan masyarakat untuk mendapat kesepakatan dari masyarakat melalui proses “dengar pendapat publik (public hearing)”, sedangkan di Indonesia proses kegiatan perencanaan masih bersifat tertutup, eksklusif dan elitis, dan kadangkala dibuat tanpa memperhatikan realitas sosial dan partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, produk perencanaan yang sukar diaplikasikan, tidak legitimat, dan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada negara-negara yang menerapkan ekonomi pasar, fungsi pemerintah adalah mengurangi distorsi akibat kegagalan dan memberikan solusi akibat-akibat ekternalitisnya, penyediaan pelayanan publik, menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan publik, serta melindungi kelompok yang lemah posisinya (Owen E. Hughes, 1994). Untuk itu instrumen dalam melaksanakan fungsi pemerintah adalah dalam hal penyediaan barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat melalui anggaran pemerintah, pemberian subsidi bagi masyarakat dan usaha swasta untuk menyediakan barang dan jasa yang seharusnya disediakan pemerintah, penanganan produksi barang dan jasa kebutuhan pasar yang belum layak dilakukan oleh masyarakat, dan pembuatan cara pengaturan untuk membatasi kegiatan yang tidak layak dilakukan pelaku ekonomi yang menyebabkan distorsi pasar dan mengganggu kepentingan publik (externalities).
Kegiatan perencanaan dapat pula dikatagorikan sebagai barang dan jasa publik, yang sebenarnya merupakan “jasa informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input solusi teknikal” bagi proses pengambilan keputusan oleh sektor publik dan sektor privat dalam hal:
(1) alokasi kegiatan atau investasi oleh pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa publik untuk memenuhi kebutuhan kolektif,
(2) alokasi kegiatan atau investasi oleh masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan barang dan jasa privat untuk memenuhi kebutuhan pasar,
(3) tindakan pengaturan (insentif dan disinsentif) untuk mengarahkan pemanfaatan ruang secara efektif dan efisien, dan membatasi distorsi dan mengurangi dampak ekternalities yang diakibatkan oleh pemanfaatan ruang,
(4) menyediakan perlindungan atau pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang lemah untuk memperoleh akses ruang bagi kebutuhan hidupnya.
Sebagai perencana, ketika dihadapkan pada pemecahan persoalan yang dihadapi masyarakat dan dalam memberikan input tindakan perencanaan, maka paling tidak ia harus mempunyai keahlian dalam:
(i) mendefinisikan persoalan dan mengkaitkan dengan tindakan atau intervensi kebijakan,
(ii) memodelkan dan menganalisis situasi bagi perumusan tindakan intervensi dengan memperincikan kedalam instrumen kebijakan dan mobilisasi sumberdaya,
(iii) mendesain satu atau beberapa solusi dalam bentuk paket kebijakan, rencana tindakan, dan kelembagaan, yang memuat dimensi (a) penetapan tujuan dan sasaran kedepan, (b) pengorganisasian rencana tindakan, rancangan fisik atau ruang, (c) kebutuhan masukan sumberdaya, (d) prosedur pelaksanaan, dan (e) pemantauan dan evaluasi umpan balik,
(iv) melakukan proses evaluasi terhadap usulan alternatif solusi dari segi kelayakan teknis, efektifitas biaya, analisis dampak, kelayakan politik, dll-nya.
Nilai-Nilai dalam Perencanaan
Pada dasarnya nilai-nilai baku dalam kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan rasionalitas sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan. Turunan dari keduanya adalah nilai-nilai seperti transparan, akuntabel, keadilan, dan partisipatif atau demokratis.
Perencanaan yang “transparan”, cirinya adalah adanya proses perencanaan yang mudah dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan. Perencanaan yang “akuntabel” mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. Perencanaan yang “berkeadilan” mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan. Perencanaan yang “partisipatif atau demokratis” dapat dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan masyarakat banyak.
Substansi Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik), maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek. Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan pengarahan bagi masyarakat.
Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku yang berkepentingan (stakeholders).
Peran Perencanaan Dalam Era Desentralisasi
Pertanyaan pokok adalah apa yang dimaksud desentralisasi itu dan elemen apa yang ada didalamnya? apa permasalahan yang muncul sebgai akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi pada proses kegiatan perencanaan di daerah? bagaimana proses perencanaan tersebut dapat dilakukan secara efektif dalam mendukung tujuan desentralisasi? apa relevansi dari perencanaan terhadap tujuan desentralisasi?
Desentralisasi adalah mengalihkan administrasi yang terkonsentrasi pada satu pusat kekuasaan dan menurunkan kekuasaan tersebut ke pada pemerintah daerah. Desentralisasi mempunyai sisi positif, yaitu secara ekonomi dapat memperbaiki efisiensi dalam penyediaan permintaan pelayanan barang dan jasa publik, mengurangi biaya dan efektif dalam penggunaan sumberdaya manusia; secara politik dapat meningkatkan akuntabilitas, ketrampilan politik, dan integrasi nasional, mendekatkan kepada masyarakat, menciptakan pelayanan yang lebih dekat dengan “klien”, merupakan arena untuk dapat melatih proses partisipasi masyarakat, dan mengembangkan kepemimpinan elit politik. Di negara maju reaksi terhadap kebijakan desentralisasi terutama diakibatkan oleh munculnya persoalan in-efisiensi dan dis-ekonomi akibat fragmentasi politik yang berpengaruh terhadap: (i) makin tidak terkendalinya pengelolaan daerah perkotaan, (ii) kegagalan dalam manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan, (iii) disparitas pelayanan umum antara pusat kota dan pinggiran, (iv) meningkatnya anti-profesionalisme pada organisasi pemerintah daerah, (v) penurunan kualitas administrasi pemerintah daerah, dll-nya. Disamping itu kebijakan desentralisasi mengandung risiko “separatisme”, yang jika tidak disadari akan menggangu kesatuan teritorial negara, memperkuat gejala penyempitan wawasan kebangsaan, dan memperkuat penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bawah.
Di negara kita, persoalan yang muncul secara tidak diduga akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah terkait dengan: (i) respon berlebihan terhadap batasan dan lingkup kewenangan tugas yang diserahkan ke daerah otonom tanpa diimbangi dengan kapasitas yang memadai, (ii) dampak negatif dari luasnya kekuasaan DPRD dalam pengawasan, pemilihan dan pengangkatan kepala daerah, pengesahan anggaran dan belanja daerah, (iii) tidak adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja vertikal, (iv) ketidakjelasan pemahaman terhadap transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik sehingga timbul gerakan masa yang bekelebihan, (v) penyempitan wawasan kebangsaan dan pembatasan proses asimilasi budaya dan interaksi sosial sehingga timbul arogansi kedaerahan.
Dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan perencanaan adalah: (i) wewenang daerah dalam kegiatan perencanaan yang penuh, sehingga proses pengambilan keputusan terjadi ditingkat lokal, hubungan horisontal-internal menjadi kuat dibandingkan hubungan vertikal-eksternal, (ii) peran lembaga perwakilan semakin besar dibandingkan dengan eksekutif, rasionalistas perencanaan melemah dibandingkan rasionalitas konstituen, metoda dan proses perencanaan berubah dari teknikal ke politikal dengan partisipasi penuh dari berbagai pihak berkepentingan melalui forum-forum, dan (iii) sumber pembiayaan dari pihak pemerintah propinsi dan pusat berkurang, sehingga kekuasaan alokasi sumberdaya berada di tingkat lokal.
Sifat Partisipasif Perencanaan
Perencanaan sangat jelas bersifat partisipatif. Namun bila dilihat dari sejarahnya, dasar partisipasi di dalam perencanaan publik telah berubah dari partisipasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok kecil yang terdiri dari kalangan elit informal menjadi sebuah kelompok unsur pendukung formal dengan dasar yang luas. Tujuan dari partisipasi warga juga telah berubah. Warga sekarang dapat memegang tiga fungsi di dalam perencanaan. Pertama adalah sebagai pendukung bagi lembaga perencanaan beserta kegiatan-kegiatannya. Kedua, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh kebijaksanaan dan pengetahuan di dalam pengembangan sebuah rencana serta mengidentifikasi misi dari lembaga perencanaan. Fungsi ketiga, dan yang mulai berkembang adalah fungsinya sebagai pengawas atas haknya sendiri dan hak orang lain dalam merancang dan menyampaikan kebijakan.
Terdapat lima peran yang dapat direncanakan oleh warga di dalam perencanaan, yaitu: tinjauan dan komentar, konsultasi, pemberi nasihat, pengambilan keputusan bersama, dan pengambilan keputusan terkendali. Warga dapat memegang lebih dari satu peran di dalam suatu organisasi. Timbulnya peran warga di dalam perencanaan serta meningkatnya lembaga perencanaan yang memiliki spesialisasi telah mengubah dasar pengambilan keputusan dari community planning, dari yang murni berorientasi pada kepentingan umum menjadi berorientasi terhadap kepentingan pribadi atau kelompok. Lembaga perencanaan berfungsi atas nama suatu isu yang substansif dan pendukung yang jelas.
Penulis telah mengidentifikasi enam strategi dari partisipasi warga. Ketepatan dan keefektifan strategi-strategi ini akan bergantung pada dua kondisi.
Pertama adalah kondisi organisasi; yaitu misi, bantuan, serta sumber daya suatu organisasi. Tidak semua strategi tepat untuk semua organisasi. Strategi yang berorientasi pada konflik, yang bergantung kepada protes masyarakat, seperti yang diperlihatkan oleh lembaga anti kemiskinan lokal, merupakan hal yang tidak tepat bagi lembaga perencanaan umum. Tampaknya suatu strategi konflik akan lebih tepat bagi organisasi reformasi sosial yang didukung secara pribadi, atau lebih menguntungkan lagi, yang mendukung dirinya sendiri. Sebagian besar kelompok kurang beruntung yang berusaha memperoleh perubahan sosial harus bergantung kepada sumber daya mereka sendiri atau kepada kelompok lain yang simpatik dengan maksud mereka. Salah satu contoh yang baik adalah perjuangan untuk memperoleh hak asasi: contoh yang lain adalah para buruh yang terorganisir.
Strategi yang tepat bagi lembaga perencanaan umum dan sebagian besar lembaga perencanaan community yang luas adalah strategi perubahan perilaku serta strategi penambahan staf. Fungsi dari strategi penambahan staf adalah untuk menyediakan sumber daya, legitimasi dan dukungan bagi keputusan perencanaan dan organisasi perencanaan. Namun sumber daya, legitimasi serta dukungan seperti itu tidak dapat diperoleh tanpa adanya dukungan dan keterlibatan para partisipan di dalam kegiatan organisasi.
Dalam hal ini, para partisipan warga dapat dianggap sebagai anggota staf dari organisasi perencanaan tersebut. Keahlian khusus yang dimiliki oleh para partisipan dipandang memiliki nilai dalam membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Organisasi tersebut jelas mengakui bahwa keahlian khusus serta pengetahuan merupakan dasar pemikiran dalam pengambilan keputusan. Wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada mereka dengan jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur organisasi – seperti dewan direktur, dewan wewenang, serta para anggota legislatif. Bila di lain pihak, organisasi tersebut terus-menerus menolak memperhatikan usulan serta nasihat para partisipan maka hubungan akan diakhiri. Harapan para partisipan tidak dapat dipenuhi dan para partisipan akan menarik dukungan mereka. Strategi perubahan perilaku tampaknya berguna dalam mengatasi apa yang biasanya disebut sebagai “politik” proses perencanaan. Dengan karakteristik preferensi dari sasaran perencanaan yang dapat diperdebatkan serta adanya konsep pasar bebas dari persaingan antar organisasi community maka disarankan untuk mengangkat strategi partisipasi yang bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Strategi perubahan perilaku memiliki kelebihan dalam memberikan preferensi nilai terhadap suatu dialog, memperbolehkan dialog tersebut disiarkan di dalam konteks proses perencanaan tersebut. Organisasi lain yang terlibat juga didorong untuk berpartisipasi agar menghilangkan perasaan takut mereka, memperoleh masukan mereka, serta memperolah kerja sama mereka.
Kondisi kedua yang menentukan keefektifan dan ketepatan suatu strategi partisipasi warga adalah peran spesifik yang diberikan kepada warga di dalam organisasi perencanaan. Bila peran dari warga adalah untuk menyediakan fungsi sebagai pemberi tinjauan dan komentar (lihat Bab 3) maka strategi penambahan staf atau strategi perubahan perilaku, tentu saja sangat tidak tepat. Peran yang tepat untuk strategi penambahan staf adalah sebagai penasihat atau pengambilan keputusan secara bersama. Perlu ditekankan bahwa strategi partisipasi warga akan menentukan struktur peran warga di dalam organisasi perencanaan.
Peningkatan Kinerja Perencanaan
Tindakan perencanaan berperan di dalam mensintesakan analisis permasalahan dan kriteria permasalahan sosial-ekonomi, politik, kelembagaan, dan teknikal kedalam formulasi tujuan kebijakan, alternatif strategi, strategi dan rencana tindakan terpilih, dan kebijakan pelaksanaan secara rasional dan bersifat kedepan untuk mengarahkan proses perubahan yang diinginkan masyarakat. Ditinjau dari kebutuhan dalam rangka pengarahan pengembangan sosial-ekonomi masyarakat di daerah, terdapat tiga (3) pendekatan untuk melakukan tindakan perencanaan, yaitu (1) strategi sisi permintaan (demand side), (2) strategi sisi penawaran (supply side), dan (3) strategi pelayanan kawasan (service area).
“Strategi sisi permintaan” (demand side strategy) merupakan suatu cara pengembangan suatu daerah dengan tujuan peningkatan pemenuhan permintaan lokal terhadap barang dan jasa dari luar akibat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, sedangkan “strategi sisi penawaran” (supply side strategy) merupakan cara yang ditujukan untuk meningkatkan pasokan keluar atau ekspor yang biasanya didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal; dan “strategi pelayanan kawasan” merupakan suatu cara untuk mengembangkan daerah yang potensinya rendah melalui penyediaan pelayanan dengan subsidi pemerintah.
Melihat kedepan untuk dapat melaksanakan tindakan perencanaan dalam pengembangan wilayah dan kota, terdapat dua issu penting yang terkait dengan kinerja perencanaan wilayah dan kota yang terkait dengan peran pemerintah daerah, yaitu (i) peningkatan kualitas proses perencanaan, dan (ii) pengembangan kapasitas kelembagaan perencanaan.
Dalam rangka peningkatan kualitas proses perencanaan, diperlukan adopsi pendekatan-pendekatan baru antara lain:
(1) pengkaitan antara proses politik dan rasionalitas perencanaan kedalam proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional pelaksanaan rencana,
(2) penerapan metoda interaksi multi organisasi atau antar pelaku berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan publik atau bertumpu pada kepentingan rakyat banyak,
(3) pengidentifikasian pada “klien” yang jelas dan menyentuh persoalan dasar secara benar dan dengan solusi yang tepat .
(4) pengintegrasian potensi dan kapasitas sumberdaya yang tersedianya baik dari pemerintah, usaha swasta, maupun masyarakat dalam proses perwujutan dan pemanfaatan ruang,
(5) pemihakan dan pemberdayaan masyarakat yang lemah melalui metoda dialog, partisipatif, dan pembimbingan,
Dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi perencanaan di daerah, hal penting yang perlu dilakukan adalah:
(1) pelembagaan cara pengaturan yang transparan dan akuntabel untuk dapat dapat memberikan efektifitas pengarahan bagi masyarakat dan kemudahan dalam proses transformasi sosial,
(2) pelembagaan cara pengaturan (standar operasi dan prosedur) partisipasi dan kemitraan (usaha swasta, organisasi swadaya masyarakat, dan pemerintah) untuk menghasilkan tindakan perencanaan yang didukung (legitimate) dan sesuai dengan kesepatan kepentingan masyarakat banyak (democratic /participative),
(3) adanya kapasitas organisasi publik untuk dapat menjalankan cara pengaturan yang disepakati, mengatur pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada, mengkordinasikan kepentingan dan kebutuhan organisasi-organisasi untuk mensinkronkan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan rencana.
Perbaikan metoda perencanaan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja perencanaan. Dalam rangka memperbaiki metoda perencanaan sangat penting untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang pendefinisian atau klarifikasi permasalahan (sosial, politik, ekonomi, geografi, dan kelembagaan), proses analisis kebijakan (political processes), analisis solusi teknikal (technical solution), dan analisis organisasional pelaksanaan rencana (organizational analysis). Kegagalan memahami realitas sumber persoalan sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat, faktor-faktor perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis, proses analisis kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional akan berakibat pada kefatalan hasil tindakan perencanaan yang membawa kerugian material-spiritual masyarakat dan pemborosan sumber daya.
Upaya untuk memperbaiki metoda perencanaan harus diikuti pula dengan pemahaman mendalam informasi tentang aspirasi dan kebutuhan sebenarnya masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku dalam proses transformasi sosial secara berkelanjutan; pengembangan metoda partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik proses perencanaan dan pelaksanaan rencana secara demokratik, transparan, dan akuntabel. Untuk dapat memperbaiki kelembagaan perencanaan diperlukan langkah kongkrit dengan mengatur keterkaitan dan konsistensi dengan proses perencanaan lainnya, memperjelas pembagian tugas dan hubungan antar kegiatan perencanaan (makro dan mikro) di berbagai tingkatan pemerintahan, merubah cara kerja lembaga perencanaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia perencana.
Peran Lembaga Perencanaan
Untuk dapat melaksanakan peningkatan kinerja perencanaan, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh lembaga perencanaan, yaitu :
(i) peningkatan kapasitas perencana yang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan, lembaga perencana harus dapat mengambil inisiatif untuk pemutakhiran wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan menggunakan metoda baru dalam proses perencanaan,
(ii) peningkatan hubungan kerja antar lembaga dan organisasi perencanaan, lembaga perencana perlu melakukan interaksi antara para pelaku berkepentingan untuk dapat mengembangkan proses perencanaan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat,
(iii) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan adanya pengingkatan kegiatan informasi dan komunikasi yang menyangkut perkembangan keilmuan dan pengetahuan teknikal dalam kegiatan perencanaan, serta memberikan informasi umpan balik kepada lembaga atau organisasi perencanaan, termasuk lembaga pendidikan perencanaan.
Kesimpulan
Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial.
Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.
Secara khusus, kegiatan proses perencanaan wilayah dan kota harus dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif (sebagai perwujudan prinsip-prinsip “good governance”) yang dapat memberikan dukungan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah, dan kelestarian lingkungan hidup.
Peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan merupakan suatu keharusan melalui:
(i) adopsi nilai-nilai baru yang ditransformasikan dalam rangka tindakan perencanaan,
(ii) pengembangan metoda dan proses perencanaan untuk dapat merespon dinamika masyarakat maupun perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis,
(iii) pengembangkan hubungan kerja vertikal dan horisontal antar pelaku yang berkepentingan secara harmonis dalam proses perencanaan di tingkat pusat dan daerah,
(iv) peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola tugas dan fungsi lembaga atau organisasi perencanaan secara efektif baik di tingkat pusat maupun daerah
Pembangunan adalah sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh warganegara dan dunia intrernasional, dan menyerap hampir seluruh sumber daya negara-bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan dimenejemeni.
Kata manajemen menyiratkan adanya proses yang berkesinambungan. Secara generik proses ini dimulai dari perencanaan, disusul pelaksanaan, dan diakhiri dengan pengendalian. Perencanaan adalah kegiatan dari pembangunan yang paling prioritas, karena perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi pembangunan. Perencanaan yang baik dapat diidentikkan dengan sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya tinggal melaksanakan dan mengendalikan. Sepanjang pelaksanaan konsisten, pengendalian efektif, serta faktor-faktor pengganggu tidak banyak muncul atau jika pun muncul tidak memberikan pengaruh yang mampu membiaskan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menunggu waktu untuk sampai ke tujuan.
Perencanaan pembangunan menjadi kunci karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan yang maha rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari proses rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dsb) yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang.
Negara-negara berkembang identik dengan negara miskin. Di negara seperti ini pekerjaan utama pembangunan adalah menanggulangi kemiskinan. Namun, seperti dicatat oleh Kunarjo (2000, 2-3), mengikuti Ragnar Nurske, kemiskinan di negara berkembang ibarat lingkaran setan, karena berbagai penjelasan kemiskinan tidak banyak menjelaskan “kenapa mereka menjadi miskin”. Dikatakan Kunarjo bahwa dalam lingkaran setan kemiskinan, pokok pangkal kemiskinan aadalah pendapatan yang rendah. Pendapatan yang rendah bukan hanya mempengaruhi tingkat tabungan yang rendah, tetapi juga mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan yang rendah sehingga produktivitas sumber daya yang ada juga menjadi rendah. Semuanya ini akan mempengaruhi pendapatan masyarakat yang rendah pula (Kunarjo, 2000, 3). Dalam skema, lingkaran setan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (bagan 1):
Bagan 1
Berbagai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, muncul untuk menjawab masalah ini yang kesemuanya fokus kepada upaya mendorong investasi, misalnya teori dari Henry C. Brutton yang menganjurkan pemerintah di negara berkembang untuk meningkatkan tabungan melalui dorongan moral, rangsangan langsung, kesempatan invetasi, dan mengenalkan lembaga keuangan.
Lepas dari berbagai gagasan tentang memutuskan lingkaran setan tersebut, satu hal yang pokok adalah bahwa perencanaan pembangunan lah yang pada akhirnya mengambil alih tugas tersebut, yaitu tugas untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan.
Di sinilah pembangunan menjadi sebuah praktek, bergulir dari sebuah konsep, teori, serta paradigma. Tatkala menjadi praktek, maka keharusan dari pembangunan adalah dimenejemeni. Unsur pertama adalah perencanaan pembangunan yang serta-merta menuntut penguasaan konsep kemiskinan serta problema yang mendasarinya, memiliki kerangka pemikiran teoritis, serta memahami dukungan dan kendala yang muncul dalam kondisi-kondisi obyektif masyarakat yang dibangun.
II. Model Perencanaan Pembangunan
Perencaaan secara umum terdiri dari perencanaan jangka panjang (10-25 tahun), menengah (5 tahun) dan pendek (1 tahun). Namun inti dari perencanaan adalah sama, yaitu model yang dipergunakan untuk melakukan perencanaan pembangunan itu sendiri.
Kunarjo menyebutkan paling tidak ada tiga (3) model perencanaan pembangunan, yaitu model agregat, model hubungan efek kelipatan (multiplier effect) dan ICOR, dan model perencanaan sektoral (Kunarjo, 2000, 44-68).
Model perencanaan agregat bertumpu pada teorema ekonomi makro di mana konsep intinya adalah pendapatan domestik bruto (PDB) dam konsep-konsep yang melengkapinya. Konsep ini mengagreasikan perekonomian menjadi rumus bahwa produk domestik bruto merupakan agregasi (penjumlahan) dari konsumsi (C) , pengeluaran pemerintah (G), investasi pemerintah (Ig), investasi masyarakat (Ip), ekspor (X), dikurangi impor (M). Model ini adalah model yang paling banyak dipergunakan oleh para perancang pembangunan hingga hari ini. Salah satu alasannya adalah karena model ini menghasilkan data yang kuantitatif sehingga lebih mudah difahami dan lebih menarik untuk dijadikan sebagai model.
Namun bukan berarti model seperti tersebut di atas, karena sudah sangat banyak kritik yang berkenaan dengannya, secara khusus yang mengritik basis pemikiran bahwa agregasi tersebut pada akhirnya jarang sekali untuk mampu mencerminkan kondisi ketercapaian pembangunan yang sebenarnya. Misalnya besarnya PDB ataupun pendapatan per kapita tidaklah otomatis mencerminkan tertanggulanginya kemiskinan yang ada. Pada banyak negara berkembang, justru besarnya PDB dan pendapatan per kapita menyembunyikan fakta bahwa pembangunan lebih banyak menghasilkan ketimpangan antara sebagian kecil kelompok masyarakat yang sejahtera karena memperoleh prioritas untuk mengejar “angka” PDB dan pendapatan per kapita, dan di sisi lain, sebagian besar masyarakat hidup dengan standar kualitas yang sangat jauh dibandingkan kelompok pertama tadi.
Model kedua adalah model hubungan efek kelipatan dan ICOR. Teori hubungan kelipatan pertama kali diperkenalkan oleh John Maynard Keynes dalam The General Theory of Employment, Interest and Money yang mengembangkan konsep ini dari R.F. Kahn. Dikatakan oleh Keynes bahwa:
The onception of multiplier was first introduced into economy theory by R.F. Kahn in his article on “The Relation of Home Investment to Undemployment” (Economic Journal, June 1931). His argument in this article depended on the fundamental notion that, if the propensitiy to consume in varioujs hypothetical circumstances is (together with certain other conditions) taken as given and we conceive the monetary or other public authority to take steps to stimulate or to retard investment, the change in the amount of employment will be a function of the net change in the amount of investment; and it aimed at laying down general principles by which to estimate the actual quantitative relationship between an increment of net investment and the increment of aggregate employment which will be associated with it. Before coming to the multiplier, however, it will be convenient to introduce the conception of the marginal propensity to consume (Keyness, 1957, 113-114).
Konsep multiplier pada prinsipnya menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat investasi (I) dengan permintaan pendapatan (Y). Atau, dengan bahasa sederhananya, apabila terdapat tambahan investasi, maka akan bertambah pula tingkat permintaan pendapatan dengan kelipatan sebesar kebalikan dari marginal propensity to save (mps), atau angka koefisien yang menunjukkan berapa kenaikan tingkat tabungan jika permintaan pendapatan meningkat dengan jumlah tertentu, dengan nilai angka pecahan kurang dari 1. Model ini diperkaya dengan model Incremental Capital Output Ration (ICOR) dari Sir Harrod yang menyebutkan bahwa investasi harus diartikan sebagai pertambahan kapasitas produksi. ICOR sendiri didefinisikan sebagai rasio investasi yang diperlukan untuk memperoleh pertambahan pendapatan pada periode tertentu. Seperti dicatat oleh Kunarjo, bahwa model ini diciptakan Sir Harrod sebagai alat untuk menguji stabilitas jangka pendek dan masalah pertumbuhan ekonomi di negara yang sudah cukup maju (Kunarjo, 2000, 54).
Model tersebut di atas juga tidak kalah menarik sehingga banyak dipergunakan untuk memperkaya model pertama. Kelemahan model ini sangat sederhana. Pertama, ia mengandaikan bahwa pembangunan ibarat sebuah proses produksi, di mana setiap masukan inpur baru akan meningkatkan output. Bahkan di dalam produksi sendiri setiap masukan input belum tentu menaikkan output, terlebih dalam pembanguan di mana lebih banyak lagi faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan dari sisi pemberi input. Kedua, model ini mengandaikan proses pembangunan dari sebuah negara dengan sistem tertutup, artinya input yang dimasukkan selalu memberikan output di mana input tersebut masuk. Pada prakteknya, investasi ditingkatkan di suatu negara, yang justru mendapat keuntungan adalah industri di negara lain yang menjadi pensuplai input riil dari proses tersebut. Misalnya, investasi untuk industri komputer ditingkatkan untuk mengejar pertumbuhan di sektor manufaktur ini. Namun, karena keterbatasan kompetensi lokal dan karena sistem industri dan pasar komputer dunia, maka pada akhirnya yang diuntungkan adalah negara-negara yang menjadi pemasok bahan baku komputer tersebut.
Model ketiga adalah perencanaan sektoral. Model ini sebenarnya tidak jauh beda dengan model kedua, hanya lebih didetilkan per sektor. Sektor sendiri adalah kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program-program yang mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya (Kunarjo, 2000, 55). Perencanaan sektoral ini yang antara lain membuka wacana tentang efek ke depan (forward effect) dan efek ke belakang (backward effect) dari kebijakan pembangunan sektoral.
Forward effect adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya dapat dimanfaatkan sebagai input kegiatan ekonomi lainnya. Backward effect adalah sebuah kegiatan ekonomi yang inputnya menyerap output dari kegiatan ekonomi lain. Model ini sangat menarik dan sangat “mempengaruhi” sebagaimana dapat dilihat dari permisalan di bawah ini (bagan 2):
Bagan 2
Jadi industri tekstil mempunyai efek ke belakang dan ke depan yang masing-masing terus berkembang. Setiap penambahan investasi pada industri tekstil akan menyebabkan peningkatan secara otonom di setiap industri di kelompok efek ke belakang maupun di kelompok efek ke depan. Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat fokus kepada industri-industri yang mempunyai backward effect dan forward effect yang paling besar.
Model terakhir ini sangat menarik dan sulit disangkal kebenarannya sehingga cukup sahih untuk dipergunakan sebagai model perencanaan pembangunan. Namun, model ini mengesampingkan dua hal pokok yang sama dengan yang dimiliki oleh model efek pengganda dan model ICOR, yakni terlalu menyederhanakan pembangunan sebagai sebuah proses produksi yang otonom, dan di dalam dirinya sendiri mengandaikan sebuah perekonomian yang tertutup. Dalam contoh di atas, peningkatan investasi di tekstil bisa jadi mendorong backward dan forward effect yang besar, akan tetapi pertanyaannya adalah apakah backward dan forward tadi untuk pembangunan di dalam negeri atau untuk negara lain? Untuk kasus tekstil misalnya, di mana hampir 80 – 90% bahan baku berasal dari impor, mulai kapas, mesin, hingga tinta, sehingga industri tekstil selalu dijuluki industri yang footlose – sebagaimana juga garmen dan elektronika – karena keberadaannya di negara berkembang sejauh ada tenaga kerja murah di kawasan tersebut.
Perencanaan Pembangunan di Indonesia
Perencanaan pembangunan di Indonesia secara sungguh-sungguh dimulai sejak era Orde Baru, karena pada masa sebelumnya teknik perencanaan belum berkembang dengan baik. Perencanaan pembangunan yang ada dipimpin oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menjadi think tank dari konsep perencanaan pembangunan nasional Indonesia. Bappenas di dalam prakteknya mempergunakan berbagai model untuk membuat rancangannya menjadi lebih sempurna daripada hanya menggunakan satu model tunggal.
Dalam perkembangannya, untuk memahami perencanaan pembangunan di Indonesia lebih fokus dapat dilakukan pada perencanaan jangka pendek, atau secara spesifik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
APBN mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi (Kunarjo, 2000, 138). Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin disediakan oleh swasta atau saling melengkapi antara Pemerintah dan swasta. Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dalam penerimaan pendapatan dapat dikurangi. Fungsi stavilisasi adalah anggaran yang menyangkut masalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai (Musgrave & Musgrave, 1989, 5-18).
Di Indonesia era Orde Baru sistem anggaran yang dipakai adalah sistem anggaran berimbang di mana diusahakan agar penerimaan dan pengeluaran seimbang. Pada prakteknya keseimbangan tersebut sebenarnya bersifat “simbolik”, karena pada dasarnya yang terjadi adalah anggaran defisit di mana defisit ini ditutup melalui pinjaman luar negeri. Kebijakan ini tidak dirubah dalam pemerintahan reformasi Presiden Wahid. Sementara itu, pola penyajian di masa sebelum ini adalah pola “T”, atau yang identik dengan neraca, sementara pola terbaru mempergunakan pola “I” atau menjadikan sisi penerimaan (yang sebelumnya ada di sisi kiri) dan sisi pengeluaran (yang biasanya di sisi kanan) berada dalam satu lajur yang sama.
Persamaannya, kedua anggaran tersebut isinya relatif sama. Di sisi penerimaan adalah penerimaan dalam negeri yang terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak (termasuk pendapatan dari minyak dan gas bumi), serta pinjaman dari luar negeri (termasuk hibah). Di sisi pengeluaran dibagi secara klasikal menjadi dua kelompok: anggaran rutin dan anggaran pembangunan, ditambah pembayaran/cicilian utang.
Pada dasarnya prinsip penyusunan anggaran ini sudah baik dan memiliki pola baku yang standar. Namun, bukan berarti pola ini tertutup untuk penyempurnaan, karena di dalamnya terdapat satu bias dalam pemahaman pembangunan. Bahwa ada perbedaan antara “rutin” dan “pembangunan”, padahal keduanya dapat disamakan, bahkan dapat dikatakan berhimpitan. Misalnya “belanja barang” akan mendorong investasi di industri yang menyuplai kebutuhan belanja barang tersebut. Kedua, anggaran tersebut memadai untuk kondisi keuangan pemerintahan yang kuat, dukungan pemberi pinjaman luar negeri yang baik, dan pemerintahan yang terpusat.
Saat ini Indonesia berada dalam kondisi yang mempertanyakan seluruh asumsi dasar yang menjadi pondasi dari penyusunan anggaran tersebut. Kondisi obyektif ini mendorong kita untuk mencoba merumuskan kembali model perencanaan pembangunan dalam bentuk anggaran yang lebih memadai.
IV. Alternatif
Indonesia dewasa ini memiliki empat kondisi obyektif. Pertama, pemerintah tidak punya uang. Kedua, pendapatan dalam negeri, khususnya melalui pajak, sulit untuk ditingkatkan karena masyarakat dan dunia usaha masih dililit kondisi krisis yang tidak kunjung selesai. Ketiga, para pemberi pinjaman dari luar negeri, khususnya IMF, mulai khawatir dengan kredibilitas Indonesia, khususnya dikaitkan dengan kemampuan membayar kembali pinjaman pemerintah yang mencapai USD 80 miliar (atau plus utang swasta yang sebagian besar ditalangi pemerintah melalui BPPN sekitar USD 70 miliar), sementara itu dikabarkan sejumlah negara masuk menjadi nominasi utama untuk memperoleh bantuan, mengalahkan Indonesia. Keempat, penyelenggaraan pemerintahan sudah didesentralisasikan, sehingga baik pendapatan pemerintah dari daerah yang sebelumnya besar dan kini beralih ke daerah, juga karena tugas mengatasi masalah pembangunan, khususnya kemiskinan, diserahkan kepada daerah dengan kebijakan otonomi daerah yang diberlakukan secara efektif per Januari 2001. Kondisi ini memungkinkan bagi pemerintah untuk merekonsepsualisasikan model perencanaan pembangunan dan model anggaran yang lebih tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada.
Model perencanaan pembangunan yang lebih baik sebenarnya sudah banyak dikemukakan dalam berbagai wacana, namun belum mengkristal, yakni model pembangunan pemberdayaan, di mana dengan demikian tugas pemerintah tidak lagi “menggerakkan” namun “menstimulasikan” pembangunan. Kondisi keterbatasan kemampuan pemerintah dan kemajuan yang dialami oleh masyarakat umum lah yang mendorong dimajukannya konsep pemberdayaan tersebut.
Dalam konteks ini, maka anggaran pemerintah perlu mengalami penyesuaian dari sebuah anggaran yang bersifat “public (sector) driven” menjadi “private (sector) driven”. Karenanya susunan anggaran ditawakan sebagai berikut:
(1) Bahwa konsepnya bisa berbentuk “T” atau “I” sepanjang terdapat dua hal pokok: pos penerimaan dan pos pengeluaran.
(2) Ia bisa berbentuk “anggaran berimbang” atau “anggaran defisit’ sepanjang memiliki kelayakan secara anggaran dalam konteks kesinambungan pengelolaan pembangunan jangka panjang.
(3) Pos penerimaan terdiri dari tiga hal pokok: pendapatan dari pajak, pendapatan dari bukan pajak (yakni HANYA laba BUMN dan hasil privatisasi BUMN yang menjadi hak pemerintah dan deviden BUMN yang menjadi hak pemerintah, karena Pertamina harus dijadikan BUMN yang sebagaimana BUMN lain dikelola oleh Undang-Undang No 1/1995 tentang perseroan), dan pinjaman luar negeri (termasuk hibah).
(4) Pos pengeluaran terdiri dari empat item pokok: pertama, pos pengeluaran sektoral yang dikeluarkan untuk kegiatan sektor-sektor pembangunan. Pembagian sektor dapat diplih melalui: (a) Pemilahan sektoral yang pernah dibuat pada era Orde Baru, yakni 20 sektor pembangunan, yaitu Industri, Pertanian dan Kehutanan, Pengairan, Tenaga Kerja, Perdagangan, Pengembangan Usaha Nasional, Keuangan dan Koperasi, Transportasi, Pertambangan & Energi, Pariwisata dan Telekomunikasi, Pembangunan Nasional dan Transmigrasi, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan thd. Tuhan YME, Pemuda & Olah Raga, Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Perumahan dan Permukiman, Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hukum, Aparatur Negara, Politik, Hubungan Luar Negeri, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa, Keamanan dan Ketertiban, atau (b) Mengelompokkan lagi menjadi lima sektor strategis, yaitu pengembangan Sumber Daya Manusia (Daya Saing), pengembangan Ekonomi (Daya Hidup), pengembangan Kelembagaan (Daya Tahan), pengembangan Prasarana dan Sarana Pendukung (Daya Dukung), dan sektor pengembangan Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan (Daya Kendali), atau bisa juga: (c) Dibagi secara sektoral yang dikelola oleh lembaga pemerintah departemen, dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat nasional. Pos ini berisi anggaran kerja untuk lingkup nasional, sehingga lebih kecil daripada sebelumnya, sebab anggaran untuk daerah tidak lagi berada pada pos pusat, melainkan pos anggaran di daerah.
(5) Kedua, pos pengeluaran regional, yang berisi pos pengeluaran untuk propinsi dan pos pengeluaran untuk kabupaten dan kota. Ketiga, pos pengeluaran khusus yang berisi dua kegiatan, yaitu penanggulangan kemiskinan (harus dikembalikan atau dianggap sebagai pinjaman yang harus dikembalikan) dan bantuan khusus (yang dianggap sebagai karitas, misalnya berkenaan dengan masalah sosial, bencana alam, para veteran, dsb). Keempat, pos pengeluaran pembayaran pinjaman. Kelima, pos pengeluran belanja rutin.
Model sederhana dari anggaran yang baru adalah sebagai berikut:
Penerimaan Pengeluaran
1. Penerimaan Pajak 1. Pengeluaran Sektoral
Pajak-pajak langsung
Pajak-pajak tidak langsung Sumber daya manusia
Ekonomi
2. Penerimaan bukan pajak Kelembagaan
Hak pemerintah atas laba dan hasil privatisasi BUMN Sarana dan Prasarana
Pengawasan dan pengendalian
Deviden BUMN
3. Pinjaman Luar Negeri 2. Pengeluaran Regional
Hibah
Lunak Provinsi
Kabupaten dan Kota
Setengah komersial 3. Pengeluaran Khusus
Komersial Penanggulangan kemiskinan
Bantuan khusus
4. Sisa anggaran tahun sebelumnya 4. Pembayaran pinjaman
5. Belanja rutin
Justifikasi dari ketiga pemikiran ini adalah karena, pertama, tugas pemerintah harus semakin dikurangi karena paradigma yang hari ini dikedepankan bukan lagi “apa yang seharusnya dilakukan pemerintah” melainkan “apa yang dapat dilakukan pemerintah” (Dwidjowijoto, 2000) sehingga banyak pembedaan “rutin” dan “pembangunan” diabaikan dan digabungkan menjadi pos “rutin”, ditambah penghilangan pos subsidi karena subsidi akan dialihkan melalui mekanisme lain, yakni penanggulangan kemiskinan –yang dikedepankan bukan “murahnya harga” tapi “keberdayaan masyarakat dalam menjangkau harga”. Kedua, anggaran adalah untuk pemerintah pusat yang tidak lagi terlalu banyak mengurusi masalah-masalah daerah, karena masalah-masalah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Dengan demikian, APBN lebih fokus kepada hal-hal yang mempunyai ruang lingkup nasional.
Sumber google dan buku pengantar ekonomi pembangunan
Label: Ekonomi Pembangunan
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)